Pulihkan Ekonomi Melalui Destinasi

SOREANG – Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung belum mensyaratkan Rapid Test sebagai kewajiban saat memasuki kawasan objek wisata. Meski, Seluruh objek wisata sudah dibuka untuk para wisatawan lokal dan luar.

Hal itu dikatakan Kepala Disparbud Kabupaten Bandung, Yosep Nugraha, menurutnya, hingga saat ini. Pihaknya belum mensyaratkan rapid tes bagi wisatawan. Sebab, yang sedang difokus terhadap penerapan protokol kesehatan pencegahan Covid 19 di lokasi wisata.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”show” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]

”Untuk syarat rapid tes bagi pengunjung, mungkin nanti jadi bagian laporan kepada Tim Gugus Tugas Covid 19. Bagaimana untuk treatment pengunjung, apakah harus di Rapid Test atau seperti apa,” kata Yosep saat memberikan keterangan, Minggu (28/6).

Menurut Yosep, segala persoalan ancaman atau potensi penyebaran Covid 19 bisa dari siapa saja. Oleh karena itu, pihaknya masih menyusun syarat dan ketentuan protokol kesehatan di lokasi wisata. ”Saat ini kami sedang fokus pada penerapan protokol Kesehatan di kawasan objek wisata, dan hanya mengimbau ke pengelola dan pegawai objek wisata untuk mengikuti rapid tes,” jelasnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan perkembangan, Rapid Test saat ini justru dianggap tidak efektif. Pasalnya, Rapid Test bukan untuk mengecek keberadaan virus, tetapi hanya untuk mengecek indikasi imunitas. Sebab, banyak orang yang melakukan Rapid Test dan hasilnya positif, tetapi setelah dilakukan Swab Test hasilnya justru negatif.

”Rapid Tes, tidak menunjukan bahwa yang bersangkutan terkena virus atau tidak. Tetapi yang terpenting adalah treatment protokol kesehatannya harus dilakukan, seperti menggunakan masker untuk menghidari tertular, mencuci tangan untuk mematikan virus, dan menjaga jarak. Pasalnya, Rapid Test ini juga berkaitan dengan biaya yang besar,” tuturnya.

Kalau dilihat dari teori kesehatan, lanjut Yosep, penyebaran Covid 19, tidak tergantung zona, tetapi tergantung interaksi orang. Jadi, misal ada orang dari zona merah, tapi kalau orangnya sehat, ya tidak ada masalah.

”Tetapi, jika ada orang dari zona hijau, ternyata orangnya sakit, nah itu yang menjadi masalah. Saya hanya berkesimpulan, sepanjang orangnya sehat, maka di perbolehkan datang. Tetapi harus menerapkan protokol kesehatan, seperti melalui cek suhu, kemudian rajin mencuci tangan pakai sabun. Jadi, sepanjang protokol kesehatannya berjalan, maka tidak perlu khawatir potensi penyebaran, karena kita berpendapat penyebaran itu, tidak tergantung pada zona. Tapi penyebaran itu tergantung pada interaksi orang,” akunya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan