Publik Tak Puas terhadap Penegakan Hukum

BANDUNG – Survei Indonesia Political Opinion (IPO) mengungkapkan bahwa ketidakpuasan publik terhadap bidang penegakan hukum mencapai 64 persen, angka ini menjadi yang tertinggi dari bidang lain.

Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian publik. Salahsatunya, buruknya pemberantasan korupsi (62 persen), lemahnya independensi penegak hukum (56 persen), ancaman kebebasan berpendapat (52 persen), kualitas kebijakan (48 persen), dan faktor lain (36 persen).

“Performa pemberantasan korupsi menjadi pemantik terbesar buruknya bidang penegakan hukum, terlebih kurun periode survei berbagai persoalan korupsi semakin menguat, bahkan kepuasan terhadap Menko Polhukam Mahfud MD hanya berada di urutan ke-7 dengan persentase 34 persen, tertinggal jauh dari anggota Kemenko Polhukam Tito Karnavian 49 persen, Prabowo Subianto 57 persen,” kata Dedi dalam paparan hasil survei dan diskusi media, di Bandung, Kamis (29/10).

Dia menjelaskan, dalam kluster Menko Polhukam, bidang politik dan keamanan juga mendapat respon kepuasan lebih rendah dibanding ketidakpuasan, hanya 49 persen menyatakan puas.

Beberapa faktor, lanjut dia, yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi politik dan keamanan, adalah: kebebasan berbeda pendapat (49 persen), kriminalitas (45 persen), perasaan aman (41 persen), ketertiban umum (36 persen), dan pengaruh lainnya (31 persen).

Lalu, lanjut Dedi, bidang sosial dan humaniora, Persepsi publik berbagi angka ketidakpuasan tercatat sebesar 50 persen. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi publik terkait kondisi sosial, politik dan humaniora, adalah: pengelolaan toleransi (51 persen), konflik sosial (46 persen), kesejahteraan (45 persen), keadilan (38 persen), dan hal lainnya (27 persen).

“Secara umum kluster sosial mendapat penilaian baik, meskipun setara dengan tidak baiknya. Pemerintah terbantu dengan program-program bantuan selama pandemi, dan itu mendapat respon positif di masyarakat,” paparnya.

Tak hanya itu, kekecewaan publik terhadap kinerja presiden dan wakil presiden meningkat. Diketahui, survei sendiri menggunakan metode purposive sampling dilakukan terhadap 170 orang pemuka pendapat (opinion leader) yang berasal dari peneliti universitas, lembaga penelitian mandiri, dan asosiasi ilmuwan sosial/perguruan tinggi

Sementara survei terhadap massa pemilih nasional dilakukan dengan metode multistage random sampling terhadap 1.200 responden di seluruh wilayah proporsional Indonesia dengan margin of error dalam rentang 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Periode survei 12-23 Oktober 2020.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan