Puasa Mutih

“Berat badan saya turun 17 kilogram,” ujarnya.

“Sakit apa?” tanya saya.

“Tidak sakit,” jawabnya.

Ia pun melirik istrinya. Seperti minta agar istrinya saja yang menjawab.

“Kami habis nglakoni,” ujar sang istri.

Sebagai orang Jawa saya pun segera tahu: apa itu nglakoni. Pasangan ini baru saja menjalani hidup tirakat cara Jawa. Tapi tirakat jenis apa? Puasa mutih? Ngrowot? Mendem? Atau apa?

“Kami baru selesai menjalani puasa mutih,” katanya.

“Berapa lama?” tanya saya.

“40 hari,” jawabnyi.

Ups… Makanya lama tidak terlihat.

Ups… Makanya kurus sekali.

Berarti selama 40 hari Aminarto dan suami tidak makan apa pun kecuali nasi putih atau ketela pohon. Tanpa lauk. Tanpa rasa. Tanpa apa pun.

“Kami pilih yang hanya makan singkong,” ujar Aminarto. Itu pun tidak boleh digoreng atau dibakar. Hanya boleh dikukus.

Seberapa banyak singkong yang mereka makan setiap hari?

“Sehari dua potong,” katanya.

Mula-mula bisa empat potong. Tapi setelah beberapa hari tidak bisa lagi sebanyak itu. Tenggorokannya tidak bisa lagi dilalui banyak singkong. Dua minggu terakhir hanya bisa makan dua potong itu.

Tapi boleh banyak minum. Hanya saja hanya boleh minum air putih. Tidak ada batas. “Awalnya saya bisa minum hampir dua liter,” ujar Aminarto. Lama-lama kemampuan itu berkurang sendiri. “Akhirnya tidak kuat lagi banyak minum,” tambahnya.

Dua minggu terakhir ia hanya bisa minum sedikit-sedikit. Total sehari sekitar setengah liter. “Lebih dari itu seperti ada penolakan dari dalam,” katanya.

Sepuluh hari pertama Aminarto dan istri masih bisa ikut senam. Masih bisa satu jam penuh nonstop. Mereka tidak pernah bercerita kalau lagi nglakoni mutih.

Lalu menghilang itu. “Saya tidak kuat lagi. Saya ganti jalan pelan. Tiap pagi. Di sekitar rumah saja,” katanya.

Sampai hari ke-40 ia masih tetap bisa mengerjakan pekerjaan rutin di rumah. Juga masih bisa membantu istrinya di bisnis spa.

Selama nglakoni itu tiap malam Aminarto juga harus menjalani ritual khusus: mandi tengah malam. Dimulai dengan mandi seperti biasa. Pakai sabun. Setelah itu diteruskan dengan cara mengucurkan air tepat di atas ubun-ubun. Sebanyak 100 gayung. Mengucurkannya juga harus pelan-pelan. Sambil terus menenangkan jiwa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan