Politik Dinasti Merusak Demokrasi

BANDUNG – Dinasti politik dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 masih terjadi. Di antaranya di Kabupaten Bandung dengan majunya istri Bupati Bandung, Kurnia Agustina (Putri Obar Sobarna) jadi kandidat kuat dimajukan oleh Partai Golkar.

Menurut Pengamat Ilmu Politik dari Universitas Nurtanio Kabupaten Bandung, Djamu Kertabudi, dinasti politik sangat menyinggung etika dan moral politik. Kendati tak ada aturan yang dilanggar secara hukum.

Djamu menjelaskan, MK telah mengabulkan permohonan yudisial review atas UU No.8 Tahun 2015 tentang Pilkada yang melarang warga negara yang memiliki hubungan darah/kekerabatan dengan petahana, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

“Atas dasar putusan MK itu, maka terbitlah UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berlaku saat ini. Di pasal 7 setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai kepala daerah,” kata Djamu, Jumat (5/6) dilansir RMOLJabar.

Sehingga kata Djamu, secara konstitusi tak ada yang dilanggar dengan majunya calon dinasti politik seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung. “Dalam etika dan moral politik banyak pihak yang sepakat politik dinasti proses melanggengkan kekuasaan. Politik dinasti juga berpotensi melakukan tindakan koruptif melalui politisasi anggaran, program pembangunan dan birokrasi,” tegas Djamu.

Untuk diketahui, Dadang M. Naser yang kini menjabat Bupati Bandung sejak 2010 (hampir 2 periode) merupakan menantu Obar Sobarna mantan Bupati sebelumnya yang juga menjabat 2 periode (2000-2010).

Menghadapi Pilkada 2020 sang istri Kurnia Agustina (Putri Obar Sobarna) jadi kandidat kuat dimajukan Partai Golkar. Hal itu karena mayoritas pengurus beringin di Kabupaten Bandung telah menyatakan dukungannya.

Bupati Bandung Dadang M. Naser mengaku, jika sejak awal dirinya dan keluarga besar tidak pernah mengizinkan Kurnia untuk ikut penjaringan calon bupati (Cabup) Bandung tahun 2020.

“Kemudian terjadi (pendaftaran penjaringan di Partai Golkar) karena adanya paksaan dari beberapa tokoh partai yang mendorong istri untuk maju,” begitu alasan Dadang.

Dorongan agar Kurnia mendaftar, lanjut Dadang, juga dikarenakan adanya hasil survei dimana elektabilitas sang istri sangat tinggi, padahal belum melakukan pergerakan dan langkah apapun menjelang Pilkada.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan