PJJ Ancaman Buruk bagi Siswa

BANDUNG – Sudah satu bulan lamanya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) diterapkan di semua jenjang pendidikan. Mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, hingga perguruan tinggi. Metode pembelajaran ini dikhawatirkan dapat memunculkan dampak buruk serta ancaman bagi peserta didik apabila dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Menurut Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dadan F Ramdhan, aspek emosional anak menjadi hal yang dikhawatirkan selama PJJ.

“Kalau di sekolah atau di kampus mereka bisa terkontrol dari segi kedisiplinan. Khusus anak-anak usia sekolah dasar yang perlu pemantauan lebih ketat dari segi perkembangan psikologis. Khawatir kalau ini ke depan dijadikan satu-satunya tool (alat) untuk pembelajaran jarak jauh mungkin dari penguasaan materi mereka pintar. Tetapi dari sosial atau emosional tidak bisa terkendali,” ujar Dadan kepada Jabar Ekspres, Selasa (14/4).

Dadan menjelaskan, bahwa pendidikan tidak hanya dijadikan sarana untuk transfer of knowledge saja yang sebatas penyampaian materi. Namun, pendidikan juga mampu menjadi sarana untuk melatih emosi serta melakukan berbagai pembiasaan kepada peserta didik. Dia juga merasa jika sudah sepatutnya anak mendapatkan hak yang sama baik ketika belajar di sekolah maupun selama proses PJJ berlangsung.

“Kalau menurut aturan seharusnya hak anak untuk belajar selama PJJ bisa terpenuhi layaknya anak belajar di sekolah. Tetapi ada beberapa hal yang tidak bisa demikian, contohnya ketika ada interaksi dengan siswa akan berbeda antara PJJ dan pembelajaran secara real time atau tatap muka. Mungkin 75 persen tercapai dari segi pembelajarannya, transfer of knowledge-nya. Tetapi dengan ralitas sekrang ini, dengan segala keterbatasannya bisa dilaksanakan dari segi kognitifnya,” ungkapnya.

Dadan yang mengampu mata kuliah Perencanaan Pembelajaran, Manajemen Stratejik, Pengelolaan Pendidikan, dan Telaah Kurikulum menilai, PJJ memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Menurutnya, kelebihan itu terletak pada guru atau dosen yang mampu terbiasa menjalankan PJJ dengan berbagai media pembelajaran.

“Guru atau dosen yang tidak terbiasa dengan PJJ menjad terbiasa dan mereke mencoba dan mencoba agar bisa melaksanakan kebijakan tersebut. Mereka terus belajar, bagaimana menggunakan zoom, google classroom, dan piranti lainnya atau tool tool yang lain,” tambahnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan