Perlukah Promosi, Mutasi dan Demosi Kepala Sekolah?

Masalah kedua, adalah ’’dilema mutasi’’ kepala sekolah. Antara ketentuan/regulasi dengan keadaan dan kebutuhan di lapangan. Bila kondisi sekolah dilevelkan pada tingkatan besar, sedang dan kecil berdasarkan ukuran rombongan belajar dan fisik bangunan sekolah, kemudian berkonsekuensi terhadap perlunya tingkat kualitas kepala sekolah, maka kebijakan mutasi kepada sekolah adalah keniscayaan.

Kalaupun terkendala oleh regulasi yang mengatur tentang periodesasi jabatan kepala sekolah seperti yang diatur dalam Permendikbud No 6 tahun 2018, khususnya pasal 12 ayat 1, 2 dan 3, hendaknya oleh pejabat pembina kepegawaian dengan nota pertimbangan dari kepala dinas pendidikan dijadikan sebagai arena kreativitas untuk memilih dan memilah para kepala sekolah terbaik yang layak ditempatkan pada level-level tingkatan sekolah tersebut. Bila ada kemauan sebagai ’’Part of solution’’ yakinlah bahwa ketentuan dalam pasal 12 tersebut menyediakan kelonggaran yang dapat dilakukan oleh para pemangku kebijakan. Dengan catatan untuk tujuan positif dan maslahat.

Masalah ketiga adalah problem struktur kelembagaan. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memiliki pekerjaan rumah besar dan segera harus dituntaskan di sisi struktur kelembagaan. Dengan induk di provinsi dan dibantu dengan 13 cabang dinas di daerah, ada yang paradoks dan tumpang tindih dalam nomenklatur dan pembagian tupoksinya (tugas pokok dan fungsi). Khususnya menyangkut linieritas nomenklatur seksi di tiap kantor cabang dinas, dengan institusi di atasnya. Sekedar saran. Bila di provinsi ada bidang PSMA (pendidikan SMA), maka di KCD (kantor cabang dinas) pun harusnya ada seksi PSMA, begitupun dengan SMK. Untuk bidang PKLK (pendidikan khusus dan layanan khusus) bisa dintegrasikan antara dua bidang itu. Sedangkan urusan GTK (guru dan tenaga kependidikan) dan urusan umum seyogianya menjadi garapan subag umum di tingkat KCD.

Faktanya sekarang di tingkat KCD nomenklatur yang ada adalah seksi pelayanan, seksi pengawasan dan subag umum yang tidak jelas tupoksinya. Tumpang tindih khususnya dengan tupoksi pengawas sekolah.

Bila keseluruhan masalah ini tidak segera dituntaskan maka slogan pendidikan Jabar  Juara Lahir Bathin hanya retorika. Padahal, sejatinya slogan itu saat ini sedang diuji kesungguhan dan pemahamannya dari para pemangku kepentingan pendidikan di Jawa Barat. Jangan biarkan pendidikan Jawa Barat berlangsung seperti deret hitung. Sedangkan pandemi Covid 19 telah menjadi laboratorium peningkatan mutu pendidikan yang berlangsung secara deret ukur.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan