Perang Intelijen di Laut China Selatan

Tugas empat orang tersebut adalah memasang “alat” intelijen di sebuah batu karang di dasar laut. Alat itu akan merekam seluruh aktivitas Tiongkok di kawasan itu.

Setelah pemasangan beres, empat orang tersebut akan meneruskan perjalanan ke Jepang –negara sekutu Amerika paling utama di Asia Timur.

Setelah beberapa bulan di Jepang, empat orang tersebut akan kembali ke Laut China Selatan. Mereka akan mengambil alat yang dipasang di bawah laut itu. Untuk dilihat hasil rekamannya.

Tugas itu tidak pernah selesai. Bahkan tidak pernah ada kabar lanjutan. Pun tidak diketahui di mana kapal 40 meter tersebut.

Adakah mereka dipergoki tentara Tiongkok? Kemudian dilenyapkan tanpa bekas?

Atau karena ada musibah alam? Misalnya badai laut? Yang memang sering mengganas di wilayah itu?

Amerika sudah minta Jepang untuk mencari jejak empat orang tersebut: tidak menemukannya. Pun serpihan baju atau sekadar pelampung tidak ada.

Tiongkok membantah telah menangkap mereka. Bahkan Tiongkok menunjukkan bukti lain: Tiongkok menemukan peralatan intelijen Amerika di bawah laut. Termasuk drone bawah laut. Tapi tidak ada hubungannya dengan yang dipasang empat orang tersebut.

Amerika minta agar Tiongkok mengembalikan peralatan itu. Dan Tiongkok mengembalikannya –mungkin setelah dibongkar semua isinya. Kalau pun Tiongkok menangkap empat orang itu, mereka mengatakan, pasti juga akan mengembalikan ke Amerika.

Setelah lebih 10 tahun tidak ada kabar dari empat orang tersebut, CIA-pun mengundang keluarga mereka. Sekaligus untuk menyaksikan penempelan bintang jasa mereka di salah satu dinding di markas besar CIA.

Media di Amerika pun ramai-ramai memberitakan kisah kegagalan itu –yang menjadi sumber penulisan Disway hari ini.

Kini aktivitas militer di Laut China Selatan justru berkembang menjadi lebih provokatif. Kapal-kapal perang Amerika ada di situ. Demikian juga pesawat-pesawat tempur dan intelijennya.

Tiongkok tidak takut sama sekali. Tiongkok juga mengerahkan kapal dan pesawat tempur ke kawasan itu.

Kita pun bisa membayangkan betapa riuhnya kegiatan intelijen di bawah lautnya. Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Indonesia hanya bisa jadi penonton –yang mungkin akan kena serpihan kacanya.(Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan