Obat Covid

Untuk menggerakkan optimisme dan semangat rakyat ia pun berpidato dengan gagah: sudah menemukan obat untuk Covid-19. Sudah bisa langsung diproduksi. Hanya karena ia maka prosedur izin produksinya bisa dipercepat.

Soal perizinan beres. Pokoknya rakyat segera dapat obatnya.

Nama obat itu: Chloroquine. Dan Hydroxychloroquine.

Hah?

Semua ahli obat lantas menertawakannya –dalam hati. Juga di medsos.
Nama obat yang disebut Trump yang pertama itu adalah obat produksi tahun 1940-an. Itu adalah obat malaria.

Trump ngotot bahwa FDA sudah mengesahkannya sebagai obat Covid-19. Wartawan pun mendesaknya: kapan persetujuan itu diberikan?
Dijawab: pokoknya sudah disetujui.

Maka FDA pun buru-buru klarifikasi. Dengan cara yang halus. “FDA sedang mengkajinya,” ujar pemimpin tertingginya.

Mungkin Trump memang tidak pernah kena malaria. Sehingga tidak begitu kenal dengan nama Chloroquine. Juga tidak tahu apa saja efek sampingannya. Terutama terhadap pendengaran dan mata.

Ahli di Amerika sendiri sudah lama sekali menyempurnakan Chloroquine dengan produk baru: Hydrochloroquine.

Tapi seorang presiden memang harus mengambil keputusan. Seperti juga dokter yang tidak mungkin membiarkan pasiennya tergeletak menunggu begitu saja datangnya obat yang belum ditemukan itu.

Begitu juga Presiden Indonesia Jokowi. Harus membuat keputusan: membeli jutaan obat bikinan Jepang, Avigan. Yang sebenarnya juga bukan obat Covid-19.

Trump kali ini memang terlihat panik. Kecaman membanjiri ke alamatnya. Termasuk dari internal partainya. Ia sudah beda sekali dengan dua bulan lalu. Saat Covid-19 sudah meluas di Tiongkok. Saat itu Trump ditanya wartawan: mungkinkah covid-19 menjadi pandemik.

“Tidak. Sama sekali tidak,” jawabnya.

Ketika ditanya bukankah sudah ada penduduk Amerika yang mulai terkena, Trump tetap keukeuh. “Itu kan hanya satu orang yang datang dari Tiongkok,” ujarnya.

Sampai sekarang yang sudah nyata-nyata melakukan uji coba obat Covid-17 barulah Tiongkok dan Amerika.

Tiongkok melakukannya Februari lalu. Obat itu disuntikkan kepada dokter dan perawat militer yang ditugaskan di rumah sakit khusus darurat di gedung olahraga Wuhan.

Hasilnya: sampai tugas mereka selesai minggu lalu tidak satu pun dokter dan perawat militer itu yang tertular.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan