Naikkan Iuran BPJS, Sama Saja Menyakiti Hati Rakyat

CIREBON – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan menyebut kebijakan Presiden menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebagai hal yang mempermainkan hati rakyat.

“Apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu menyakiti dan mempermainkan hati  rakyat,” katanya  usai memberikan bantuan pada warga terdampak Covid-19 di Kelurahan Kecapi, Harja Mukti, Kota Cirebon, Minggu (17/5).

Sebagaimana diketahui, Perpres No 64/2012 menetapkan iuran peserta PBPU dan peserta BP kelas 1 sebesar Rp150.000, kelas 2 yakni sebesar Rp100.000, dan kelas 3, iuran yang ditetapkan sebesar Rp42.000.

Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 kelas I, kelas II sebesar Rp 110.000, dan Rp 51.000 kelas III yang beberapa waktu lalu dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena digugat oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI).

Apalagi menurut Netty, kenaikan iuran BPJS ini justru dilakukan pemerintah saat kesehatan dan ekonomi rakyat dihantam badai Covid-19.

“Negara kita memang beda, saat rakyat butuh bantuan karena hantaman Corona, justru pemerintah menaikkan iuran, ” kata Netty.

Menurut Netty, saat seperti ini pemerintah seharusnya melonggarkan segala bentuk tanggungan masyarakat, bukan justru tambah membebani.

“Dalam keadaan seperti sekarang, negara lain justru berusaha mensubsidi rakyatnya. Inggris misalnya, yang akan melakukan apa saja untuk mensubsidi NHS (National Health Services).  Pemerintah kita malah menambah beban rakyat. Makanya saya bilang, negara kita memang beda,” terang Netty.

Padahal selama ini, kata Netty pemerintah  memiliki uang guna memberikan stimulus pada korporasi besar. Tidak hanya itu, pemerintah menurutnya juga sanggup membiayai program aneh, seperti Program Kartu Prakerja yang seharusnya ditunda.

“Memberi stimulus ke perusahaan-perusahaan besar sanggup, sementara mengurangi beban rakyat tidak mau. Ini kan patut dipertanyakan,” katanya.

Menurut Netty, menaikkan iuran, juga belum tentu bisa mengurangi defisit BPJS, justru kalau tidak cermat bakal memperlebar.

“Salah-salah justru bisa memperlebar defisit karena orang-orang akan ramai-ramai pindah kelas, dari kelas I dan II bisa saja pindah ke kelas III. Orang-orang juga bakal mangkir membayar iuran. Bahkan dapat  menjadi pemicu lahirnya sikap pembangkangan massal karena merasa terlalu ditekan dalam kehidupan yang makin sulit,” ujar Netty.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan