Menyambut New Normal Sekolah, Disdik Jabar Mulai Siapkan Skenario

BANDUNG-Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jawa Barat bakal menyambut new normal pendidikan di masa pandemi Covid-19 ini. Saat ini, Disdik Jabar sedang menyiapkan skenario masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021 agar wabah Covid-19 tetap dapat ditekan dengan protokol kesehatan maksimal bagi pelajar SMA/SMK/SLB.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Dewi Kartika mengatakan, pihaknya tergantung Kementerian Pendidikan Nasional yang saat ini masih menunggu keputusan Satgas Percepatan Penanggulangan Covid-19.

“Pak Menteri Nadiem ancar-ancar semester awal harus mulai di bulan Juli,  tapi  pertama kali masuk sekolahnya di tanggal berapa harus nunggu informasi Satgas Covid Pusat,” ujar Dewi yang akrab disapa Ike, Rabu (26/5) dilansir dari Ayobandung.com.

Meski begitu, beber dia, Disdik Jabar tetap jalan dengan adaptasi protokol kesehatan di sekolah terutama SMA/SMK/ SLB kabupaten/kota yang menjadi urusan Pemda Provinsi Jabar. Protokol kesehatan ini akan menjadi pedoman bagi guru, siswa, dan orang tua agar tidak tertular virus.

Disdik akan mengacu pada data terbaru https://pikobar.jabarprov.go.id/ dalam menentukan SOP di kabupaten/kota dengan zona Covid-19 yang berbeda- beda.

Ike menjelaskan, protokol kesehatan di sekolah pada prinsipnya tidak akan jauh berbeda dengan yang sudah ada, yakni dengan jaga jarak (physical distancing) dan pola hidup sehat dan bersih. Namun pada beberapa poin ada penyesuaian seperti alat pelindung diri tambahan.

Hal yang perlu diwaspadai menurut Ike, interaksi siswa sejak dari rumah, dalam perjalanan ke sekolah, di kelas bersama guru, serta interaksi dengan teman-temannya.

“Kita tidak tahu siswa berinteraksi di rumah dengan siapa saja, terus pergi sekolahnya pakai angkot ketemu siapa saja kita tidak tahu. Ini yang harus diantisipasi,” jelas Ike.

Disdik sendiri sebetulnya tidak terlalu khawatir siswa SLTA tertular Covid-19 karena berdasarkan data kelompok usia sekolah paling tahan. Menjadi atensi Ike bahwa siswa berpotensi menjadi pembawa virus bagi orang sekitar yang berusia lanjut.

Mereka boleh jadi guru sepuh, orang tua di rumah, atau “teman” perjalanan saat menggunakan transportasi publik. “Anak-anak SMA itu pada kuat, tapi dia bisa menjadi carrier virus. Ini juga perlu jadi perhatian,” jelas Ike.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan