Kurikulum Selama Pandemi Covid-19 Boleh Berubah Asal Tidak Membebankan Siswa

BANDUNG – Widyaiswara Utama Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat, Tatang Sunendar menuturkan, sesuai Permendikbud nomor 14 Tahun 2019, semua sekolah Dibolehkan merubahkan kurikulum selama pandemi sesuai konstektual kebutuhan.

“Pembuatan program kurikulum yang dirancang oleh kepala sekolah beserta gurunya menggunakan pendekatan heutagogi yang menuntut anak belajar secara mandiri dengan berbasis proyek,” kata dia kettika dihubungi Selasa, (5/5).

Artinya, sekolah tidak perlu menargetkan kemahiran siswa sesuai kurikulum untuk sekarang ini.

Ia menilai terlalu banyak siswa mengeluhkan penugasan dari guru. Akibat keluhan ini dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) banyak menyerap laporan mengenai kekerasan verbal.

“Lebih baik anak – anak kita itu diarahkan pada kemandirian, tanggung jawab, disiplin dan rajin dan banyak lagi yang lainnya, apalagi sekarang sudah dikuatkan Permendikbud,”sarannya.

“Mendikbud Nadiem Makarim telah menyampaikan melalui surat edarannya pembelajaran bisa disesuaikan dengan konstektual alias jangan terpaku dengan target kurikulum,”tegasnya lagi.

Adapun kurikulum pendekatan heutagogi, lanjut Tatang siswa diberikan suatu proyek yang dapat dinilai unsur kompetensi dan moralitas.

“Kompetensi akademik itu bisa unsur matematika dan IPA dan IPS, kalau moralitas baik kesebaran dan tanggungjawabnya, kurikulum berbasis proyek juga dapat dikerjakan di masing – masing rumah,”pungkasnya.

Ia mencontohkan seorang siswa dalam dokumen pribadinya yakni Zahra seorang siswa sekolah menengah pertama meminta kepada ibunya untuk dibelikan bahan- bahan untuk membuat pisang goreng.

“Melalui media HP kepunyaannya, Zahra mencari resep cara membuat pisang goreng yang enak,”terangnya kemudian.

Proses pembuatan dilakukan seorang diri, dan saat selesai melakukan pekerjaan dapur dirapihkan kembali, begitu pisang goreng yang dibuatnya, kemudian dijual ke ayah dan ibu, kakak kakaknya tidak ketinggalan teman sepermainan di kompek perumahan.

“Siswa tersebut tidak disuruh belajar matematika, IPA, IPS, TIK dan lain-lain melainkan cukup mengerjakan paket-paket kegiatan salah satunya membuat pisang goreng,”jelas Tatang.

Dapat disimpulkan, apa-apa dikerjakan Zahra begitu cerdas dan kreatif tapi tidak dibebani tugas, dengan begitu melalui pembuatan pisang goreng sudah mengintegrasikan seluruh mata pelajaran.

Hal di atas hanya sebagian contoh, para guru juga dapat memberikan proyeksi lain semisal berkebun di karangan rumah dan lahan kosong lainnya.(mg2/yan).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan