Kenaikan Iuran BPJS Langgar UU

BANDUNG – Peradilan merupakan salah satu unsur trias politica yang memiliki fungsi mengawasi pelaksanaan hukum, termasuk mengawasi pelaksanaaan peraturan perundang-undangan. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Susi Dwi Harijanti turut menanggapi polemik kenaikan iuran BPJS yang akan diterapkan pada Juli mendatang.

”Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan UU NO. 75 Tahun 2019 dengan alasan yuridis, sosiologis, dan filosofis,” ujar Susi kepada Jabar Ekspres, Rabu (27/5).

Lebih lanjut dia mengatakan terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi dalam putusan MA. Antara lain kecurangan dalam pengelolaan dan pelaksanaan program jaminan sosial oleh BPJS yang menyebabkan terjadinya defisit dana jaminan kesehatan tidak boleh dibebankan kepada masyarakat dengan menaikkan iuran.

Tak hanya itu, Susi juga berpendapat bahwa kenaikan iuran ini bertentangan dengan asas-asas yang ada dalam pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial dan pasal 2 UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di mana kedua pasal tersebut memuat asas-asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial.

”Hal lain yang perlu digaris bawahi apabila ketentuan yang menaikkan secara sepihak untuk menutupi defisit, BPJS telah melanggar asas pemberian pertimbangan secara adil dan berimbang, kenaikan tersebut tidak tepat dan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Putusan MA pada dasarnya merupakan hukum yang harus ditaati. Karena penolakan terhadap  putusan tersebut mengakibatkan ketidaktertiban hukum yang pada akhirnya menggoyahkan kepastian hukum,” papar Susi.

Berikutnya Susi menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 4 ayat 1 UUD 1945, Presiden berwenang menerbitkan Perpres karena Presiden berwenag menyelenggarakan pemerintah. Kendati demikian, Susi juga mempertanyakan apakah penerbitan Perpres No. 64 Tahun 2020 sejalan dengan asas yuridis, sosiologis, dan filosofis atau tidak.

”Jika penerbitan Perpres ini semata-mata menutupi defisit BPJS, maka sebagaimana halnya dengan Perpres yang sudah dibatalkan oleh MA, tidak memenuhi syarat yuridis, filosofis, dan sosiologis,” pungkasnya.(mg7/ziz)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan