Kenaikan BPJS Menuai Kecaman

BANDUNG– Pemerintah telah resmi menaikkan iuran BPJS melalui Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5/2020) dan diundangkan pada esok harinya (Rabu/6/5).

Walau sebelumnya Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan terkait BPJS melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 dengan membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP).

Dalam putusannya, MA memandang pemerintah menaikkan iuran BPJS tidak memperhatikan dan mempertimbangkan suasana kebatinan ekonomi masyarakat. Begitu juga dengan kondisi ekonomi global yang tidak stabil dengan munculnya wabah Covid-19, menaikkan iuran BPJS dinilai tidak tepat dan akan mencederai tuntutan rasa keadilan. Apalagi saat ini hampir seluruh lini merasakan dampak dari musibah pandemi covid-19 ini.

PP. HIMA PERSIS menilai langkah Presiden Jokowi ini tidak tepat dan terkesan zalim kepada masyarakat. Semua energi dan kemampuan masyarakat tengah berkonsentrasi untuk bertahan hidup dari ganasnya wabah.

Dengan menaikkan iuran BPJS di saat ini sama saja pemerintah seakan tidak peka dengan kondisi perekonomian rakyatnya saat ini.

Iqbal M. Dzilal selaku Ketua Umum PP. HIMA PERSIS mengingatkan Presiden agar hadir di tengah masyarakat yang tengah berjuang bersama menghadapi Covid-19 ini. Kebijakan menaikkan iuran BPJS di saat ini menunjukkan pemerintah tidak sedang bersama rakyatnya.

“Pemerintah harusnya memikirkan kondisi rakyat yang sedang kesusahan sekarang. Juga hampir semua lini sudah terkena dampak dari wabah Covid-19. Masyarakat akan mempertanyakan arah keberpihakan dari pemerintah dengan terbitnya perpres ini,” kata Iqbal dalam keterangan persnya di Bandung, kemarin (18/5).

Selain itu, PP. HIMA PERSIS juga menilai kebijakan ini selain yang kurang tepat juga tidak bijak dengan menambah beban rakyat. Sebab, pemerintah seharusnya bisa mengalokasikan anggaran lain yang kurang maksimal fungsinya ditengah wabah ini untuk menutupi defisit BPJS.

“Dari pada menaikkan iuran, lebih baik pemerintah mengevaluasi pos-pos anggaran lain yang kurang maksimal untuk dialihkan ke BPJS, seperti biaya pelatihan online di Kartu Pra-Kerja, anggaran perjalanan dinas atau biaya pembangunan infrastruktur yang tidak mendesak.” Tambah Budi Ritonga, Kabid Polhuk PP. HIMA PERSIS.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan