Kegagapan Hadapi Pandemic COVID-19 dalam Kalaidoskop 2020

BANDUNG – Pandemi virus corona atau COVID-19 di Indonesia dari awal hingga akhir tahun 2020 memberikan dampak serius kepada seluruh aktifitas.

Hal ini menjadi ujian bagi pemerintah tentang sejauhmana konsistensi menangani penularan COVID-19 dan masyarakat yang terpuruk akibat pandemi.

Anggota Komisi 1 DPR RI dari Fraksi NasDem, Muhammad Farhan menjelaskan, pandemi COVID-19 menguji seluruh komponen pemerintahan dan lembaga Legislatif untuk bekerjasama mengeluarkan solusi efektif.

Terlebih, kondisi kasus positif COVID-19 terus meningkat disertai dengan dampak sosial bagi masyarakat kurang mampu, dinilai jadi ujian berat.

“Harus diakui kita semua gagap, panik dan teledor. Menkes (Terawan) yang tadinya ingin menenangkan dan menghindarkan kepanikan, malah berulang kali membuat error sehingga Presiden mengangkat Ketua BNPB  untuk menangani masalah pandemik COVID-19,” ujar Farhan dalam keterangan persnya, Kamis 31 Desember 2020.

Bahkan, musibah pandemi COVID-19 di 2020 menjadi bola liar bagi pihak yang kontra dengan Pemerintah hingga berujung pada kasus hukum.

“Tentu semua orang bebas berpendapat tentang pandemi ini. Bahkan ada yang menganggap walau tanpa bukti ilmiah bahwa semua ini adalah konspirasi elite Global, bermotif ekonomi,” terangnya.

Pemerintah pusat, lanjut Farhan, memilih fokus prioritas ekonomi dalam menanganan pandemi. Di negara luar, kebanyakan memilih lockdown dalam memutus mata rantai penularan COVID-19 dibandingkan Indonesia yang memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Kenyataannya Pemerintah Indonesia pun memilih motivasi ekonomi dalam penanganan pandemi sehingga tidak memilih opsi lockdown dan tidak menutup perbatasan Negara dari mobilitas internasional di awal pandemi hingga akhirnya di bulan Desember perbatasan pun ditutup.

’’Presiden Jokowi mengambil risiko menunggu sampai adanya penanganan lewat vaksin dan herd immunity (kekebalan kelompok) yang tidak akan membuat ekonomi kolaps,” ujarnya.

Lantas, bagaimana hasilnya? Farhan berpendapat bahwa cara tersebut dihadapkan dengan kesulitan berkepanjangan. Bahkan, upaya penanganan jaminan sosial bagi warga terdampak pandemi diwarnai dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dalam kasus korupsi program bantuan sosial penanganan COVID-19.

Kenyataannya, kebijakan menanti vaksin tanpa pengetatan mobilitas dan penutupan wilayah (lockdown) membuat kita sulit bangkit dari kontraksi pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan