Keberadaan Kolam Retensi di Kota Bandung Belum Bisa Atasi Banjir

BANDUNG – Keberadaan Lima kolam retensi yang dibangun oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung  sejauh ini belum mampu mengatasi masalah banjir jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung Didin Ruswadi mengakui, saat ini masih ada genangan air di jalanan Kota Bandung meski sudah dibangun kolam retensi dibeberapa titik. Lima kolam tersebut antara lain kolam retesnsi Taman Lansia, Sirnaraga, Wetland, Rancabolang I, dan Bima.

“Maunya begitu, tapi dari logikanya mah belum tuntas, karena luasannya masih kecil. Tapi kami harap itu bisa mengurangi tinggi genangan. Kan sebenarnya volumenya butuh gede itu kan kecil-kecil. Memang butuh banyak (kolam retensi) lah,” ujar Didi saat dihubungi Jabar Ekspres, Selasa (20/10).

Didi juga mengungkapkan terkait projek kolam retensi di Gedebage dan Rancabolang tahap II sejauh ini hanya kolam retensi Gedebage yang sudah mulai berjalan.

“Gedebae minggu kemarin 24 persen, mungkin sekaran sudah ke angka 30an. Kalau yang rancabolang tahap II itu belum. Kemarin baru survey, untuk lahan penyertaan ke punya Bandung Infra Investama (BII) sehingga harus didiskusikan terlebih dulu,’’paparnya.

Didi menyebutkan, Pemkot Bandung menghabiskan anggaran Rp 5.1 miliar untuk proyek kolam retensi Pasar Induk Gedebage. Sedangkan untuk Kolam retensi lainnya Didi enggan untuk menyebutkan rinsian anggarannya dengan alasan swakelola dan pengengerjaannya secara kontraktual.

“Kalau yang kontraktual Pasar Induk Gedebage Rp 5.1 miliar. Kalau yang lain mah swakelola jadi relatif lebih kecil. Saya belum dikalkulasikan karena kita ngitungnya alat kita, kemudian tenaga kerja PHL kita. Sirnaraga Kontraktual, Lansia Kontraktual. Yang swakelola Bima, Wetland, dan Rancabolang satu,” jelasnya.

Didi menambahkan, masalah banjir bisa saja dikurangi jika saja lahan kritis yang berada di hulu tidak terjadi alih fungsi. Akibatnya kurangya serapan air jadi penyumbang terbesar banjir.

’’Kan biang utamanya yang membuat banjir itu yang pertama lahan kritis di hulu. Di gunung-gunung kritis tanpa pohon pelindung. Mau gamau itu harus ditanami. Kedua lahan terbangun, pemukiman, area bisnis, dan sebagainya yang tanpa resapan. Jadi kenapa juga PU sekarang menggalakkan drumpri,” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan