Hanya Dalam 2 Bulan, Sumedang Kebanjiran Seribu Janda Baru

SUMEDANG – Angka kasus perceraian bulan November di Kabupaten Sumedang, cenderung naik. Bahkan, dua bulan terakhir, yakni September dan Oktober menembus angka seribu lebih kasus perceraian.

Untuk September, kasus perceraian terjadi sebanyak 530 kasus. Sebanyak 475 gugatan dari pihak perempuan. Dan sebanyak 55 perkara merupakan permohonan dari pihak laki-laki atau suami.

“Total putusan perceraian di bulan September sebanyak 530 kasus. Yang terbanyak berupa gugatan dari pihak perempuan atau istri,” ujar Humas Pengadilan Agama Sumedang Drs Nuryadi Siswanto MH

Sedangkan untuk bulan Oktober, terang dia, putusan majelis hakim untuk perceraian sebanyak 494 kasus. “Putusan majelis hakim dari gugatan perempuan sebanyak 414 kasus. Sedangkan permohonan dari pihak laki-laki sebanyak 53 perkara. Jadi tetap masih didominasi gugatan dari pihak perempuan,” ujar dia.

Berdasarkan data tersebut, pada September dan Oktober, tercatat sebanyak 916 janda baru. Dan sebanyak 108 duda baru. Artinya, sebanyak 1.024 kasus perceraian selama dua bulan terakhir.

Sedangkan di bulan November, angka perceraian ini diprediksi cenderung naik. “Untuk bulan September saja, masuk perkara sebanyak 561. Sedangkan perkara yang masuk di Oktober sebanyak 459 kasus. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, angka ini cenderung naik,” beber Nuryadi.

Terkait tingginya kasus perceraian ini, dia mengimbau, baik pihak laki-laki maupun perempuan, agar mempertimbangkan persoalan yang dihadapi sebelum diajukan ke pengadilan. “Namun jika memang proses mediasi kedua belah pihak tidak ada titik temu, silakan saja daftarkan gugatan maupun permohonan ke pengadilan agama, yang tentunya harus menuju syarat administratif sebelumnya,” pungkas Nuryadi.

Sementara itu, seorang perempuan yang mendaftarkan gugatan, mengaku faktor ekonomi menjadi penyebab dirinya berniat pisah dengan suami. Namun demikian, dia menampik hal ini berkaitan dengan penghasilan sang suami di masa wabah korona.

“Sejak sebelum wabah korona juga, saya mengandalkan pemberian dari mertua. Suami malas-malasan untuk mencari nafkah, karena merasa kebutuhan sehari-hari bisa ikut menumpang hidup di orangtua dia (mertua, red),” ujar perempuan yang enggan dikorankan namanya tersebut. (ahm/red)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan