Fadli Zon: Karena Takut Direshuffle? Berlomba Tonjolkan Prestasi

JAKARTA-Wakil Ketua ‎Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengkritisi mengenai langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly terkait dalam menangani buronan pembubolan Bank BNI Maria Lumowa.

Fadli Zon mencontohan, ada penanganan berbeda antara Maria Lumowa dengan buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra.

“Mesti‎ penanganan terhadap masalah buronan ini standarnya jelas. Bukan sekadar selera dan juga treatment yang berbeda-beda,” ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (9/7), dilansir dari jawapos.com.

Menurut Fadli, di satu sisi Djoko Tjan‎dra dengan mudahnya mendapatkan e-KTP. Namun di satu sisi ada treatment khusus bagi Maria Lumowa.

“Jadi kelihatan sekali ada perbedaan yang satu mudah lolos dan mendapatkan e-KTP. Ini juga ada satu lagi treatment khusus,” katanya.

Oleh sebab itu, Fadli berujar jangan sampai persepsi masyarakat timbul penanganan suatu kasus hanya bagian dari pencitraan saja. Sehingga harus jelas penanganan terhadap buronan ini.

“Jangan sampai nanti orang menduga karena orang berlomba-lomba menonjolkan prestasi karena takut direshuffle gitu,” ungkapnya.

Diketahui, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1.7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif.

Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003. Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1.7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari ‘orang dalam’ karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, tetapi Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. (bbs/tur)

Tinggalkan Balasan