Emosi Teknis

Pun kali ini. Florida-lah yang akan jadi penentu hasil pemilihan presiden Amerika Serikat. Yang tinggal 4 minggu lagi.

Hasil jajak pendapat kemarin masih menyebutkan Joe Biden unggul sekitar 9 persen. Calon incumbent Donald Trump kian tercecer.

Tapi itu kalau dihitung berdasar jumlah suara. Bukan jumlah daerah pemilihan. Masih ada kemungkinan, Trump memang kalah di hasil perhitungan suara, tapi berhasil memenangkan lebih banyak dapil. Persis seperti Hillary Clinton 4 tahun lalu –menang dengan selisih suara 6 juta tapi gagal jadi presiden.

Mike Bloomberg tidak mau itu terjadi lagi. Mantan wali kota New York itu menambah donasi lagi untuk mendukung Biden. Rp 1,5 triliun lagi. Khusus untuk operasi pemenangan Biden di Florida saja.

Di negara bagian Florida ini posisi perolehan suara masih 50:50. Penduduk Florida didominasi keturunan Spanyol. Yang mayoritasnya terkait dengan Kuba. Kalau bukan pelarian dari Kuba adalah punya leluhur di Kuba.

Banyak di antara mereka yang berhasil lolos dengan cara berenang ke tengah laut. Lalu naik sampan menuju Florida. Hanya perlu waktu setengah malam untuk bersampan ke daratan Amerika.

Mereka dulu lari ke Amerika karena tidak kuat hidup dalam kemiskinan yang tiada ujung di Kuba. Juga tidak kuat atas tekanan politik dari penguasa komunis Kuba. Banyak juga di antara pelarian itu yang tenggelam di laut. Atau tewas ditembak saat hendak berenang meninggalkan Kuba.

Karena itu, pun setelah hidup berkecukupan di Florida, mereka masih punya emosi yang tinggi. Mau mereka: Amerika menyerang Kuba. Setidaknya menghukum Kuba. Agar pemerintahan komunis di Kuba cepat runtuh. Agar penderitaan rakyat Kuba segera berakhir.

Sudah lebih 50 tahun Amerika menghukum Kuba. Dengan cara mengisolasi negara itu. Ekonomi Kuba diboikot habis-habisan.

Kuba memang berhasil menjadi lebih miskin. Tapi pemerintahan komunisnya tetap bertahan. Justru rakyatnyalah yang lebih menderita.

Amerika pun dinilai tidak berhasil menghukum komunisme Kuba. Hanya berhasil menyengsarakan rakyat Kuba.

Presiden Barack Obama mencoba pendekatan lain. Tidak ada artinya lagi mengisolasi Kuba. Sudah terbukti, dihukum 50 tahun pun justru hanya menambah kesengsaraan rakyatnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan