DPRD Tolak Tetapkan APBD-P

SOREANG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung mencari langkah, terkait penolakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2020, oleh beberapa fraksi DPRD saat rapat paripurna.

Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung A.Tisna Umaran mengatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan pemerintah pusat dan provinsi. ”Tentunya kami menghormati pendapat dan sikap yang diambil DPRD. Selanjutnya kami akan berkonsultasi dengan pemerintah provinsi (Pemprov) dan Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri), dan nanti ada rekomendasi langkah-langkah apa yang harus kami ambil sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Tisna saat ditemui di Soreang, belum lama ini.

Menurut Tisna, Pihaknya akan mengirimkan tim dan juga mengajukan surat terkait hal itu, kepada Pemprov Jawa Barat (Jabar) dan Kemendagri RI. Ia cukup menyayangkan adanya penolakan tersebut, karena dengan demikian banyak agenda program atau kegiatan pemerintah daerah (pemda) yang akan terhambat.

”Nanti dari pemprov dan Kemendagri akan ada jawaban dari surat yang kita ajukan, terkait petunjuk, saran dan rekomendasi. Dari sisi substansi anggaran perubahan itu sendiri, ada agenda wajib yang harus dilaksanakan, termasuk penanganan covid-19 di dalamnya. Kalau tidak ada perubahan atau pergeseran anggaran, tentu kami akan kesulitan,” tuturnya.

Keterlambatan pengesahan APBD Perubahan itu, lanjutnya, juga akan berdampak pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun sebelumnya. ”Jadi sebagai tindaklanjutnya kami akan berkonsultasi. Karena pemerintahan itu bukan hanya eksekutif dan legislatif di tingkat kabupaten saja, ada level di atasnya yaitu pemprov dan pusat. Nanti kita ikuti aturannya seperti apa,” akunya.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf berpendapat, idealnya APBD Perubahan 2020 disahkan antara bulan Agustus dan September. ”Pada Januari 2021 APBD murni harus ditetapkan, dilakukan lelang pengadaan barang dan jasa, kemudian di akhir triwulan pertama itu proyek pembangunan sudah bisa dijalankan. Kalau terjadi kemacetan anggaran, pembangunan akan terhambat dan kemungkinan terjadi silpa besar di ujung tahun,” jelas Asep.

Kemacetan anggaran, tambahnya, secara langsung maupun tidak langsung akan merugikan masyarakat. Sebab, walau bagaimanapun masyarakat membutuhkan dukungan anggaran. ”Apalagi beberapa regulasi pusat mengharuskan adanya refocusing, atau memprioritaskan anggaran untuk penanganan covid-19. Kalau APBD perubahan macet, maka penanganan covid dan pembangunan sektor lainnya akan terhambat,” pungkasnya. (yul/rus)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan