Didemo Warga Priok, Menkumham Minta Maaf

JAKARTA– Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly meminta maaf atas pernyatannya yang menyinggung perasaan warga Tanjung Priok. Permintaan maaf dilayangkan Yasonna usai didemo oleh warga Tanjung Priok di depan kantornya.

“Mudah-mudahan, saya akan mencari waktu yang pas untuk bersilaturahim dengan saudara-saudaraku di Tanjung Priok,” ujar Yasonna di kantornya, Jakarta, Rabu (22/1) 

Kasus ini bermula soal stigmatisasi Tanjung Priok sebagai slum area (daerah kumuh) tempat tumbuh kembangnya kriminal oleh Yasonna.

Anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi Demokrat Santoso menyesalkan pernyataan yang membuat gaduh warga tersebut. Dia menilai, Yasonna sebagai pejabat tinggi negara yang seharusnya turut bertanggungjawab memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, budaya, justru sebaliknya memperkeruh kondisi sosial masyarakat dengan pernyataan kontra produktif.

Politisi Demokrat yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) Jakarta Utara ini dengan tegas mempertanyakan kenegarawanan Yasonna Laoly yang seharusnya mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat dari setiap ucapan yang terlontar dari mulutnya.

Oleh karenanya Santoso meminta Yasonna menarik kembali ucapannya seputar Priok sebagai daerah miskin yang melahirkan premanisme dan kriminal yang menimbulkan polemik dan menyulut kemarahan warga Priok.

“Bapak Yasonna harus tarik kembali ucapannya agar polemik ini tidak semakin panas,” tandas Santoso, Rabu (22/1).

Santoso lebih jauh menyinggung latar belakang Yasonna sebagai profesor kriminologi bukan menjadi dalil pembenar melontarkan sebuah pernyataan yang memiliki risiko menciptakan gesekan di masyarakat, terlebih Yasonna adalah pembantu kepala negara yang notabene melayani untuk kepentingan bangsa dan negara.

“Baju menteri yang melekat di badan Pak Yasonna tidak bisa dilepas dengan mengatakan beliau seorang profesor kriminologi,” tandas Santoso.

“Bukankah seorang menteri sehatusnya mengayomi msyarakat, menciptakan keteduhan, bukan sebaliknya menciptakan kegaduhan,” imbuhnya.

Yasonna menurut Santoso seharusnya mempertimbangkan sejarah sosial yang hidup di masyarakat Priok sebelum memberi penilaian, apalagi melabeli dengan daerah miskin dan kriminal. Sejarah membuktikan bagaimana masyarakat Priok berani menentang rezim Orde Baru yang kemudian dikenal dengan “Peristiwa Tanjung Priok”.

“Artinya warga priok tidak pernah takut menentang kedzoliman, sekalipun itu harus berhadapan dengan penguasa,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan