Dendam Ilmiah

Banjir sudah berlalu –mestinya.

Yang belum adalah sentimen-sentimennya. Setiap kali ada masalah di Jakarta gema pilpres mendengung lagi.

Itu seperti luka yang belum sembuh tergores kembali.

Masih juga belum bisa move on.

Bahasa ejekannya saja yang berubah. Dari cebong dan kampret menjadi kutu babi dan kadal gurun.

Bersih-bersih gorong-gorong bisa cepat dilakukan. Bersih-bersih emosi sampai tujuh turunan –kelihatannya.

Ya sudah. Nikmati saja. Itulah kita. Dendam adalah kita. Bully adalah kita. Kita adalah dendam. Kita adalah bully.

Saya masih bersyukur. Tidak ada yang menyalahkan alam. Tidak ada yang menghujat Tuhan.

Ilmu pengetahuan juga harus mengalah. Tidak ada yang mempersoalkan mengapa tidak ada warning.

Semua sibuk liburan. Sibuk tahun baru. Tidak hanya Carlos Ghosn yang memanfaatkan kelengahan akibat keasyikan pesta liburan.

Curah hujan pun tumpah di saat orang asyik bertutup tahun.

Tapi apa yang terjadi seandainya lembaga peramal cuaca turun tangan? Dengan memberi warning habis-habisan bakal turun hujan yang berlebihan? Bahkan yang terbesar dalam 100 tahun?

Jangan-jangan kita juga tidak peduli. Kita bukanlah ilmu. Ilmu bukanlah kita.

Filsafat negara kita tidak menempatkan ilmu sebagai salah satu silanya.

Tidak usah gundah. Filsafat komunis juga tidak menempatkan ilmu dalam doktrinnya.

Setidaknya dulu. Ketika komunis dilahirkan.

Ketika komunisme masih asli. Masih hanya menjadi alat perjuangan kaum buruh. Untuk melawan kapitalis.

api ketika komunis masuk ke Tiongkok harus realistis. Tidak banyak buruh di sana. Yang banyak adalah petani miskin.

Maka komunisme pun berubah. Menjadi alat perjuangan tani. Dari komunis satu kaki (buruh) menjadi komunis dua kaki –buruh dan tani.

Itu di zaman Mao Zedong.

Yang komunisme –meski sudah dua kaki– tetap tidak bisa menyejahterakan rakyat.

Maka komunisme pun dibuatkan satu kaki lagi. Di zaman Deng Xiaoping – pengganti Mao. Menjadi komunisme tiga kaki: buruh-tani-pengusaha.

Masuknya pengusaha ke dalam komunisme diresmikan di zaman pengganti Deng Xiaoping: Jiang Zeming.

Dilihat dari azas dasar komunisme, komunis Tiongkok yang seperti itu bukan komunis sama sekali.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan