Demokrasi dan Otonomi Daerah Masa Utsman Bin Affan

Oleh Dr Ade Priangani MSi
Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP UNPAS dan Wakil Ketua Bidang Pendidikan Paguyuban Pasundan Cabang Kota Bandung

DEMOKRASI pada hakekatnya merupakan sebuah sistem alias cara canggih mengelola pelbagai konflik yang ada. Dalam masyarakat plural atau majemuk. Baik dari segi kepentingan, maupun kelompok-kelompok primordial. Dalam pandangan Larry Diamond, demokrasi diasumsikan sebagai suatu proses yang dilakukan manusia yang pasti punya kepentingan, yaitu: dispertion of power, dispertion of control dan bisa diasumsikan bisa merubah konfigurasi kepentingan yang sama sekali baru.

Sementara dalam pandangan Karl Popper, demokrasi sebagai sebuah kesempatan guna menyudahi sebuah pemerintahan tanpa pertumpahan darah, metodenya adalah pemilu. Demokrasi mengelola kepentingan orang banyak lewat mekanisme yang disepakati bersama. Dengan selalu mengedepankan prinsip check and balance. Karena, pelbagai kepentingan orang banyak itu berbeda-beda dan bermacam-macam. Serta tak mungkin lagi dilakukan. Apa yang pernah dialami di Yunani Kuno disebut demokrasi langsung, maka mekanisme demokrasi modern bersifat demokrasi perwakilan.

[ihc-hide-content ihc_mb_type=”show” ihc_mb_who=”3,4″ ihc_mb_template=”1″ ]

Sebenarnya, praktik demokrasi dalam sejarah Islam, telah dipraktekkan oleh khalifah Utsman bin Affan. Ketika terpilih menjadi khalifah dan juga selama menjadi pemimpin umat Islam. Sepeninggal Umar bin Khattab, untuk memilih penggantinya tidak seperti peralihan kepemimpinan dari Abu Bakar ke Umar, yang pemilihannya ditunjuk langsung oleh khalifah Abu Bakar.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan; Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri. Hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 23 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan