Ia juga mengungkapkan, sepengetahuannya sebagai Humas di PA Cianjur, faktor ekonomi masih dominan menjadi penyebab terjadinya perceraian.
“Sepengetahuan saya sebagai humas memang faktor ekonomi yang paling mendominasi,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang ada, laporan perkara diterima, dicabut dan diputus menurut jenis perkara PA Cianjur pada November banyaknya perkara sisa bulan sebelumnya sebanyak 606 perkara, diterima bulan ini 553 dengan jumlah 1.159, dicabut 43, dikabulkan 426. Ditolak sebanyak 4, tidak diterima 8, digugurkan 2, dan dicoret dari register 1.
Sementara itu, salah seorang praktisi hukum Kabupaten Cianjur, Fanfan Nugraha angkat bicara soal tingginya angka perceraian di Kabupaten Cianjur. Ia menilai, di masa pandemi ini naiknya sangat tinggi hingga dua kali lipat.
“Register per bulan November aja sudah sampai 4.000 lebih, untuk di Cianjur sangat tinggi sekali kalau faktornya beragam tapi kebanyakan ekonomi mungkin efek dari pandemi,” katanya.
Artinya, lanjut dia, perkembangan perceraian di Kabupaten Cianjur memang sangat tinggi dan memprihatinkan. Ia menilai, dengan pandemi ini sangat berdampak karena faktor ekonomi, yang ia analisasi seperti itu.
“Di sisi lain kalau kita kan sebagai praktisi hukum dengan tingginya angka perceraian secara ekonomi menguntungkan, kalau untuk para pengacara itu. Tapi kan kalau dari segi batinnya dari hati nurani sedih dengan kondisi seperti ini,” katanya.
Ia jua mengaku, ia dan timnya menangani perceraian bisa 7-10 kali dalam sehari. Ia mengaku sangat prihatin dengan tingginya angka perceraian tersebut.
“Saya secara pribadi terlepas dari praktisi hukum artinya lebih baik untuk masyarakat ini menahan diri lah dengan kondisi yang ada. Jangan mudah untuk memutuskan ikatan pernikahan. Karena yang menjadi korban itu kan anak kalau rumah tangga sudah punya anak,” pungkasnya.(job3/sri)