Anggota DPRD Jabar Ini Geram Dana Bansos Ditilep, Bukti Lemahnya Pengawasan Pemda

NGAMPRAH – Sejumlah pihak menyayangkan adanya kasus pemotongan dana bantuan sosial tunai dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang dialami oleh warga Desa Baranangsiang, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Anggota DPRD Jabar, Edi Rusyandi, mengatakan pemotongan bantuan dengan dalih pemerataan bantuan bagi warga yang tidak dapat, hal tersebut tidak dibenarkan karena melanggar aturan.

“Kami jelas sangat menyayangkan adanya pemotongan bansos, apalagi dari awal kami di DPRD Jabar selalu mewanti-wanti agar bantuan bagi masyarakat di masa pandemi Covid-19 ini harus tepat sasaran dan tepat jumlah,” ungkap Edi, Rabu (22/7).

Pihaknya bisa memaklumi beban dan tuntutan kepada aparatur pemerintah desa sebagai ujung tombak paling akhir dalam penyaluran bantuan.

Mereka bisa jadi merasa tertekan dan serba salah ketika kuota bantuan yang diberikan tidak sesuai dengan realita kenyataan penerima yang jumlahnya sangat banyak. Itu yang pada akhirnya memunculkan inisiatif di level bawah agar bagaimana terjadi pemerataan bantuan.

Hal tersebutlah yang memunculkan masalah baru sebab setiap orang penerimaannya tidak akan sama sebab bisa memunculkan penolakan jika keputusannya diserahkan pada warga.

“Jangan bermainlah, apalagi memotong. Walau ada kesepakatan tetap saja menyalahi aturan. Intinya sampaikan apa yang harus disampaikan,” terangnya.

Berdasarkan data di KBB kuota bansos tunai dari Kemensos ada sebanyak 32.000 keluarga penerima manfaat (KPM) lebih. Acuan data yang dipakai memakai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan non DTKS.

Bantuan tersebut diberikan hingga Desember 2020 dimana setiap bulan setiap KPM menerima Rp 600.000. Bagi yang tidak tercover bantuan tersebut, ditanggulangi pos bantuan dari provinsi dan kabupaten.

Pihaknya juga meminta agar dinas harus memberikan sosialisasi, arahan, dan penegasan kepada para petugas di bawah dalam distribusi bansos dari berbagai sumber manapun, baik pusat, provinsi maupun kabupaten.

“Ini jadi sinyalemen lemahnya pengawasan karena bisa jadi petugas di bawah tidak paham. Kebijakan yang baik, tapi tidak sesuai aturan tetap saja tidak dibenarkan. Kasian mereka kalau harus berhadapan dengan hukum, jangan sampai kasus seperti ini terulang,” tegasnya. (mg6/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan