Wiranto: Overstay Rizieq Problem Pribadi 

JAKARTA – Pemerintah Indonesia nampaknya tidak mau ikut campur dalam proses kepulangan Habib Rizieq Shihab. Masalah overstay (melebihi batas waktu tinggal) di Arab Saudi dinilai sebagai persoalan pribadi. Karena itu, jika ingin kembali ke Tanah Air, imam besar Front Pembela Islam (FPI) itu harus menyelesaikan kewajibannya. Yakni membayar denda kepada Kerajaan Arab Saudi.

“Polemik mengenai Habib Rizieq, ini banyak jadi perbincangan di masyarakat. Saat ini, yang bersangkutan masih menghadapi problem pribadi dengan tinggalnya di Arab Saudi melebihi batas waktu atau overstay. Sehingga ada tuntutan dari pemerintah di sana pada pribadi yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan overstay-nya tersebut,” ujar Menko Polhukam Wiranto di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Jumat (19/7) .

Mantan Panglima ABRI itu membantah isu pemerintah Indonesia sengaja menangkal Rizieq pulang ke Indonesia. Dia menegaskan tidak ada intervensi pemerintah terhadap masalah yang dihadapi Rizieq di Saudi. “Kalau ada berita berita yang bersangkutan ditangkal untuk masuk ke Indonesia, tidak ada. Tapi sementara dia harus menyelesaikan dulu kewajibannya selama tinggal di sana. Karena itu dianggap melanggar aturan di Arab Saudi,” tegasnya.

Sementara terkait izin perpanjangan FPI, Wiranto menyebut pemerintah sedang mengevaluasi terhadap aktivitas organisasi kemasyarakatan (ormas) tersebut. “Untuk FPI, organisasi ini sebenarnya izinnya sudah habis tanggal 20 Juni 2019. Tetapi sementara ini belum diputuskan izin itu dilanjutkan, diteruskan, diberikan atau tidak,” jelasnya.

Mantan Ketua Umum Partai Hanura ini lantas membeberkan alasan mengapa pemerintah perlu mengevaluasi FPI. “Ada beberapa hal yang harus didalami. Selama FPI berdiri aktivitasnya apa saja. Track recordnya bagaimana. Ini yang sedang dievaluasi. Nanti akan diputuskan organisasi ini layak diberikan izin lagi atau tidak. Tentu saja pemerintah tetap mendasarkan keputusan lewat peraturan yang ada,” lanjutnya.

Pada kesempatan itu, Wiranto juga menyinggung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah ditetapkan sebagai organisasi terlarang di republik ini. HTI diblacklist karena menganut paham yang bertentangan dengan Pancasila. Aktivis HTI bisa dipidana apabila menyebarkan paham anti-Pancasila.

“Organisasi HTI sudah dibubarkan karena ideologi dan visi misinya jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Kalau individual atau mantan anggotanya beraktivitas dengan menyebarkan paham anti-Pancasila, anti-NKRI, maka itu masuk ranah pidana. Karena itu, harus diproses secara hukum,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan