Tujuh Wilayah di Kota Cimahi Krisis Air Bersih

CIMAHI – Musim kemarau yang terjadi belakangan ini mulai berdampak pada krisis air bersih di Kota Cimahi. Hal itu bisa terlihat dari laporan yang masuk ke Unit Pelaksana Teknis (UPT) Air Minum pada Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kota Cimahi.

Dari data di UPT Air Minum, tercatat sudah ada tujuh wilayah yang meminta suplai air bersih dari Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM). Ketujuh lokasi itu berada di Kelurahan Cibabat dua RW, Pasirkaliki satu RW, Kelurahan Cimahi satu RW, Kelurahan Melong dua RW, Kelurahan Setiamanah satu RW serta Kelurahan Leuwigajah satu RW.

”Kalau laporan yang masuk ada tujuh wilayah yang minta disuplai air bersih. Semuanya sudah kita kirim. Leuwigajah baru menghubungi,” terang Kepala UPT Air Minum pada DPKP Kota Cimahi, Dede M Asrori, di Komplek Perkantoran Pemkot Cimahi, Jalan Demang Hardjakusuma, Selasa (2/7).

Menurutnya, untuk pengiriman air tersebut, pihaknya menggunakan mobil tangki yang berkapasitas 5.000 liter air bersih. Dan itu untuk sekali pengiriman air bersih ke satu titik.

”Sejauh iniketersediaan air bersih di SPAM yang kami kelola masih mencukupi untuk mensuplai kebutuhan masyarakat yang terkena dampak krisis air bersih,” ujarnya.

Dia menyebutkan, jika pengiriman air bersih ke tujuh wilayah dua kali dalam seminggu, maka air yang terpakai sekitar 140 meter kubik. Sehingga dengan kapasitas pengolahan air bersih yang masih mencapai 50 liter per detik, maka dapat dipastikan aman tidak akan kekurangan.

”Kapasitas sebanyak itu saat ini hanya baru dimanfaatkan oleh 2.800 pelanggan, dari kapasitas maksimal 5.000 pelanggan. Kalau produksi sehari sekitar 4.300 meterkubik, stok yang belum digunakan 1.500 meterkubik sehari,” sebutnya.

Perihal sumber pengolahan air, lanjut Dede, sejauh ini masih terpantau aman. Sumber air yang diolah SPAM Kota Cimahi berasal dari Sungai Cimahi.

”Tahun lalu juga aman sampai akhir musim kemarau,” tandasnya.

Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Klas I Bandung, melakukan monitoring pemetaan kondisi kemarau berdasarkan curah hujan selama akhir Mei hingga Juni 2019.

Hasilnya, saat ini kondisi khususnya di Bandung Raya sudah memasuki musim kemarau dengan indikator rendahnya curah hujan selama beberapa minggu belakangan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan