Tersandera Kontrak Politik

BANDUNG – Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif dilakukan secara bersamaan adalah fenomena baru dalam praktik demokrasi di Indonesia. Salah satu dampaknya yakni adanya Kepala daerah (Gubernur, Walikota/Bupati) yang ramai-ramai menjadi juru kampanye (Jurkam) Partai Politik (Parpol) dan Calon Presiden (Capres).

Pengamat Politik dan Pemerintahan, Ratri Istania, menganggap hal itu suatu konsekuensi yang tak bisa dihindari mengingat sebagian besar kepala daerah adalah kader Parpol atau setidaknya diusung oleh Parpol. Tentunya, setiap kepala daerah terikat kontrak politik dengan partainya atau Parpol pengusungnya.

”Kebanyakan dari mereka adalah kader Parpol atau diusung oleh Parpol. Pasti ada mekanisme kontrak politik yang tidak bisa dikhianati oleh para kepala daerah terhadap Parpolnya atau Parpol pengusungnya,” kata Ratri seperti dilansir RMOLjabar, kemarin (1/1).

Kandidat PhD, Research Assistant Political Science, Loyola Universitas Cicago, USA tersebut menilai ada proses simbiosi mutualisme diantara keduanya, dimana Parpol akan memanfaatkan orientasi politik pemilih terhadap para kepala daerah untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya di Pileg maupun Pilpres. Sementara Kepala Daerah bisa “melunasi utangnya”.

Voters di Indonesia hampir sama dengan voters di belahan bumi lainnya. Mereka melihat figur, bukan partai. Makanya, partai yang jualan figur lebih mudah mendulang suara,” jelasnya.

Menurut Ratri, tersanderanya” kepala daerah tak bisa dihindari dalam sistem Pemilu saat ini. Apalagi baru tahun ini Pilpres dan Pileg diselenggarakan dalam satu waktu.

Perempuan yang menyelesaikan S1 di Fisip Unpad melihat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami (Emil) sebagai contoh aktual. Dia pun sebut Walikota Surabaya, Tri Rismaharani, menghadapi situasi yang sama. Atau Risma di Surabaya misalnya… kampanye untuk salah satu Capres tak bisa di hindari. Itu konsekuensi yang jika ditarik kebelakang ada hubungannya dengan dukungan partai terhadap mereka ketika mencalonkan diri,” tuturnya.

Ratri menilai penting agar KPU segera membuat aturan baru yang bisa mengantisipasi kemungkinan tersandera”-nya kepala daerah oleh kontrak politik yang dia buat dengan Parpol saat Pilkada. Supaya kepala daerah gak kampanye terus dan lupa urusan dapurnya (pemerintahan),” tandas Ratri. (son/ign)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan