Terjemahan Alquran Kembali Direvisi Kemenag

BANDUNG – Terjemahan Alquran dalam bahasa Indonesia kembali direvisi oleh Kementerian Agama melalui kongres Ijtimak ulama yang berlangsung di Grand Hotel El Royal Senin malam, (8/7)

Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan, itjimak ulama Alquran merupakan forum majelis strategis. Sebab, Forum ini akan membahas dan menghasilkan terjemahan Alquran sesuai dengan perkembangan zaman.

Diq menegaskan, revisi terjemahan Alquran dibahas bukan karena ada kesalahan, melainkan penyesuaian kalimat bahasa Indonesia dengan konteks saat ini.

“Jadi mohon dipahami bahwa revisi yang dilakukan oleh Laznah Pentashihan Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat Kemenag sejak 2016 sampai 2019 ini bukanlah berarti mengoreksi terjemahan yang lalu tapi hanya penyesuaian,” jelas dia.

Dia menilai, Istilah terjemahan Alquran sebetulnya punya pemahaman beragam. Sebab, di kalangan ulama sendiri banyak memiliki pendapat tunggal dalam pemahamannya.

Selain itu, terlepas dari keragaman pandangan apakah Alquran bisa diterjemahkan atau tidak, sudah menjadi diskusi klasik sejak dulu.

“Sebagian mengatakan Alquran itu Kalamullah yang sulit bagi manusia makhluk terbatas bisa secara tepat dan seutuhnya menangkap substansi dan esensinya,” tutur dia.

Lukman mengungkapkan, satu kata pun sulit untuk bisa menangkap arti secara keseluruhan, Apalagi secara keseluruhan. Sehingga, ada sebagian ulama berpandangan bahwa bukan terjemahan Alquran melainkan terjemahan makna yang dikandungnya.

“Jadi dalam itjimak ini apapun yang disepakati itulah yang terbaik,” katanya.

Lukman memaparkan, Alquran bukan semata bahasa arab, Alquran adalah bahasa Allah. Karena banyak sekali kosakata, diksi, istilah dan ungkapan yang tidak semua orang arab sekalipun mudah memahami.

Di Indonesia Alquran pertama kali diterjemahkan oleh Departemen Agama pada tahun 1965. Kemudian direvisi kembali pada tahun 1989 sampai 1990 dimana revisinya lebih kepada penyesuaian bahasa saja tidak pada substansi.

“Revisi terjemahan secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1998 sampai 2002 dan Sejak 2016 kami di Kemenag merasa perlu untuk kembali menerjemahan Alquran diteliti dan dicermati apakah ada bagian-bagian tertentu yang terjemahannya memerlukan penyesuaian,” papar Lukman. (yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan