Target Meleset, Kursi Ketum Digoyang

JAKARTA – Sejumlah partai politik (parpol) mengalami gejolak di internal pasca Pilpres 2019. Terlebih menjelang habisnya masa bakti ketua umum. Dinamika itu kini terjadi di Golkar dan Demokrat. Beberapa kader internal kedua parpol itu mendesak mempercepat forum pergantian ketua umum. Golkar melalui musyawarah nasional (Munas). Sedangkan kongres bagi Demokrat.

“Gejolak itu bisa disebabkan oleh adanya power struggle yang didorong persaingan internal. Tujuannya untuk merebut posisi-posisi strategis di partai,” ujar pengamat politik Ade Reza Hariyadi di Jakarta, Senin (8/7).

Menurut Ade, ada tiga faktor yang memicu gejolak internal parpol. Pertama, adanya persaingan internal untuk memperoleh posisi strategis. “Posisi strategis partai dapat memperkuat kendali internal. Selain itu, bisa untuk meningkatkan posisi tawar dalam merespon formasi pemerintahan terutama pengisian kursi kabinet,” jelas Ade Reza.

Faktor kedua adalah kekecewaan terhadap kinerja politik pengurus sebelumnya yang dianggap tidak berhasil. Salah satunya adalah turunnya perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2019.

Seperti diketahui, Golkar dan Demokrat mengalami penurunan perolehan suara pada Pemilu 2019. Berdasarkan rekapitulasi akhir KPU, Golkar meraih 17.229.789 suara atau 12,3 persen. Golkar berada di bawah PDIP dan Gerindra dalam hal raihan suara nasional. Golkar berada di peringkat ketiga. Hasil itu membuat Golkar hanya mampu meraih 85 kursi di DPR. Peroleh ini tidak sesuai dengan target Golkar yakni 110 kursi di DPR RI. Sebelumnya pada Pemilu 2014, Partai Beringin menempatkan 91 wakilnya di Senayan.

Hal serupa juga dialami Demokrat. Rekapitulasi KPU menyatakan Demokrat meraih 10.876.507 suara atau 7,77 persen. Suara Demokrat anjlok jika dibandingkan dengan perolehan pada 2014 yang mencapai 12.728.913 suara atau 10,9 persen. Pada Pemilu 2019 ini, Demokrat hanya meraih 54 kursi alias turun 7 kursi dari Pemilu 2014. Turunnya perolehan suara ini juga membuat Demokrat terlempar dari posisi lima besar.

Hal tersebut, mendorong munculnya desakan pergantian ketua umum partai politik. Alasannya bermacam-macam. Ada yang menyebut, mesin parpol tidak bekerja maksimal di bawah kepemimpinan sang ketua umum. Ada pula yang mengaitkan dengan jiwa kepemimpinan atau leadership. “Dengan dasar itu, mereka mendesak ketua umum diganti,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan