Siswa SLBN A Bandung Jadi Terlantar

BANDUNG – Dikeluarkannya surat Menteri Sosial dengan Nomor: 96/MS/C107/2019 yang meminta pemerintah daerah Jawa Barat untuk mencari lokasi Pengganti dan segera Memindahkan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Kota Bandung masih jadi polemik.

Rencananya, sekolah yang berlokasi di Jalan Pajajaran No.50-52 tersebut akan dijadikan gedung Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar International.

Akibatnya lahan yang didalamnya terdapat kantor PRPCN Wyata Guna, SLBNA, Perumahan Karyawan, Aula, Workshop, Masjid, Gereja, Asrama Siswa dan Kantor BPBI terancam dipindahkan.

Dalam siaran pers yang diterima oleh Jabar Ekspres dari Pihak yayasan yang tergabung dalam Forum Penyelamat Pendidikan Tunanetra. Forum mempertanyakan alasan menteri dalam upaya memindahkan SLB, pasalnya menurut pernyataan dari pihak Direktur Jendral Rehabilitasi Sosial, Edi Suharto bahwa alasan memilih lahan baru karena tingginya pihak yang memerlukan layanan dan calon penerima manfaat tetapi sumber daya tampung balai terbatas.

Hal itu bertolak belakang dengan fakta yang ditemui bahwa asrama tampung banyak kekosongan. Tercatat dari 13 asrama yang ada, hanya ditempati dua sampai tiga ruang asrama.

Dampak polemik ini dirasakan betul oleh para siswa penerima manfaat. Sejak dikeluarkannya surat tersebut pada pertengahan Juli 2019 bersama itu pula para siswa dipaksa keluar dari asrama Wyata Guna melalui perlakuan yang kurang baik seperti pemberhentian suplay makanan ke para siswa. Juga meminta orang tua wali untuk segera menjemput anak-anak mereka dari asrama.

Wakil Kepala Sekolah bidang Kehumasan, Tri Bagio menjelaskan asrama diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu, sehingga mereka bisa bersekolah dengan baik dan mendapat pelayanan yang baik, namun saat ini kondisi mereka memprihatinkan.

”Ya, asrama diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu. Jadi mereka diberikan fasilitas asrama untuk tinggal. Sejak surat menteri keluar mereka sudah tidak diberi pelayanan lagi, kayak makan, minum dan tidak lagi diurus. Jadi mereka kadang makan sepiring bertiga, kalau ada yang ngasih indomie mereka masak,” jelas Tri di ruang kerjanya di SLBN A, Kamis (15/8).

Menurutnya, akibat polemik ini semua siswa dan pengajar menjadi resah. Tidak hanya itu, saat ini juga sarana dan prasarana (Sapras) sekolah juga jadi tak terurus, sehingga tampak usang.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan