Sistem Zonasi Dipastikan Tetap Digunakan di PPDB 2020

JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makrim memastikan jika pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 masih menggunakan sistem zonasi. Kepastian tersebut dapat dilihat dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 yang ditandatangani Nadiem pada 10 Desember 2019.

Kendati sistem zonasi masih digunakan, namun Nadiem mengatakan, untuk PPDB 2020 lebih fleksibel dari aturan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas pendidikan di berbagai daerah.

”Zonasi sangat penting dan kami mendukung penuh inisiatif zonasi. Oleh karena itu, beberapa waktu lalu kami berdiskusi intensif dengan guru, kepala sekolah, pengawas, dan seluruh stakeholder pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri, supaya sistem zonasi dapat kita rancang lebih baik lagi,” jelas Nadiem, dilansir dari laman resmi Kemendikbud.

Dijelaskan Nadiem, ada beberapa hal yang mendorong pihaknya untuk tetap mempertahankan sistem zonasi pada PPDB 2020. Diantaranya adalah, akomodasi siswa prestasi dan tidak mampu. Komposisi PPDB ini menerangkan jika jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal lima persen, sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.

”Kebijakan zonasi esensinya adalah adanya (jalur) afirmasi untuk siswa dan keluarga pemegang KIP yang tingkat ekonominya masih rendah, serta bagi yang menginginkan (adanya) peningkatan jalur prestasi sampai maksimal 30 persen diperbolehkan,” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, diterbitkannya Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 ini juga salah satunya adalah mengakomodasi aspirasi orangtua yang ingin prestasi anaknya lebih dihargai dalam menentukan pilihan sekolah terbaik.

”Banyak ibu yang komplain anaknya sudah belajar keras untuk mendapat hasil yang diinginkan. Jadi (aturan) ini adalah kompromi di antara kebutuhan pemerataan pendidikan bagi semua jenjang pendidikan sehingga kita bisa mengakses sekolah yang baik dan kompromi bagi orangtua yang sudah kerja keras untuk (anaknya) mencapai prestasi di kelas maupun memenangkan lomba-lomba di luar sekolah, di mana mereka bisa mendapatkan pilihan bersekolah di sekolah yang diinginkan,” jelasnya.

Tidak sampai disitu, aturan ini juga memberikan fleksibilitas pada daerah. Dimana kebijakan ini tidak mungkin terealisasi tanpa adanya dukungan dari seluruh jajaran unit pelaksana teknis (UPT) Kemendikbud, dan pemerintah daerah, serta para pelaku pendidikan lainnya. Oleh karena itu, dia berharap pemerintah daerah dan pusat dapat bergerak bersama dalam memeratakan akses dan kualitas pendidikan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan