Publik Harus Bisa Bedakan Hasil Survei Kajian Akademis Atau Rekayasa

“Tentang exit poll itu itu dilakukan itu survei dilakukan secara ridem kepada orang-orang yang selesai memberikan suaranya di TPS pada saat keluar, kalau dia kena cample maka dia diminta untuk wawancara, wawancara biasanya nggak banyak paling 10 sampai 15 pertanyaan itu terkait keputusan mereka memilih pada saat itu,” tandasnya.

Berbanding balik dengan Sirajudin Abbas, Rektor dari Universitas Ibnu Chaldun, Profesor Musni Umar, mengatakan, Lembaga survey saat ini membuatnya resah yang disebabkan berbeda jauh ketika dirinya survey ke lapangan hingga membuatnya tidak mempercayai hasil hitungan Lembaga Survey.

” Kenapa saya resah, karena hampir tiap hari turun di lapangan dan saya bertanya, wawancara dan memang salah satu yang akan mendapatkan data itu kita wawancara, dari wawancara, selain itu kita juga melihat fenomena yang terjadi,” terangnya.

“Hasil wawancara saya dengan masyarakat itu sama sekali tidak tercermin dari hasil survey yang ada, jadi akhirnya saya selalu mengatakan setiap ada survey saya selalu mengatakan tidak percaya hasil survey itu,” imbuhnya.

Tak hanya itu, Rektor dari Universitas Ibnu Chaldun ini juga memaparkan seputar keraguanya terhadap hasil survey yang ada saat ini serta netralitas. Menurutnya, lembaga survei lebih condong ke sang pemberi pembiaya dan mengarahkan masyarakat untuk memilih.

“Mengapa saya meragukan hasil survei yang ada. pertama, yang melakukan survei itu tak ada netralitasnya. Kedua, lembaga survei rata-rata di sini itu dibiayai oleh yang membiayai, jadi dia tidak mandiri,” tandasnya.

Dalam agenda yang sama, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Maruarar Sirait, menjelaskan perbedaan antara Quick Count dengan hasil survei. Menurutnya jika hasil survei bisa mengalami perubahan. “Kalau hasil survei adalah potret waktu, itu bisa terjadi perubahan. Soal percaya atau tidak, maka saya setuju soal treck record Lembaga Survei,” imbuhnya.

Sebagai partai pendukung pemerintah, PDI-P siap di kritik sebagai wujud dalam melatih kesabaran serta menyiapkan mentalitas, disebabkan tidak ada pemerintahan yang sempurna.

“Sebagai orang PDI Perjuangan, sebagai pendukung Jokowi. saya selalu mengatakan kemana-mana mari kita latihan sabar, dulu kita waktu jadi oposisi kita banyak mengkritik, sekarang kita jadi pemerintah ya sabarlah,” ujarnya,

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan