Program Deradikalisme Dipertanyakan

JAKARTA – Paska kasus bom bunuh diri di Polresta Medan, Sumatera Utara, program de­radikalisme dipertanyakan. Bahkan Ketua DPR Puan Ma­harani mengusulkan program tersebut dievaluasi.

Wakil Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan dirinya belum mengetahui apa saja yang telah dikerjakan terkait program deradikalisme.

“Saya juga belum tahu tuh apa yang dilaksanakan,” ujar Zulkifli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, belum lama ini.

Zulkifli menilai, kejadian bom bunuh diri itu merupa­kan kecolongan pihak kepo­lisian. Sebab, sudah berulang kali terjadi. Tidak hanya di Mapolrestabes Medan, sebe­lumnya pernah terjadi di Su­rabaya. Sampai penyerangan terhadap mantan Menko Polhukam Wiranto.

“Saya kira kita beberapa kali kecolongan, nah tentu ini imbauan untuk aparat kea­manan mulai dari Pak Wi­ranto misalnya, ini Polres di Sumatera Utara, Medan ini kejadian lagi saya kira itu war­ning, hati hati,” kata Ketum PAN itu.

Dia menilai peristiwa terse­but membuktikan ada seba­gian masyarakat yang tergolong keras dan radikal. Karena itu, dia meminta aparat intelijen bisa melakukan pemetaan.

“Berarti kan memang ada yang sebagian kecil masyara­kat kita yang mungkin bersi­kap keras gitu boleh dikatakan radikal. Oleh karena itu saya kira jauh hari intelijen atau BIN aparat keamanan sudah bisa memetakan ini,” ucapnya.

Ketua DPR Puan Maharani, sebelumnya mengusulkan agar program deradikalisasi yang berada di bawah tang­gungjawab Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dievaluasi. Sebab, bom bunuh diri masih terjadi.

“Tentu saja, (program) de­radikalisasi ini kemudian harus kita evaluasi,” katanya.

Menurutnya saat ini terjadi pergeseran metode yang dila­kukan para pelaku bom bunuh diri di Indonesia, tak lagi se­cara berkelompok tapi sen­dirian.

Melihat hal itu, ia menya­rankan BNPT dan pihak lain seperti kepolisian dan TNI untuk terus mewaspadai.

Sementara Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan proses deradikalisasi untuk sel-sel teroris yang masih ak­tif tidak sesederhana itu dapat dilakukan.

“Kalau tindakan melanggar hukum ya dibawa ke hukum, kalau tindakan ideologis di­bawa ke wacana, kalau tinda­kan ujaran kebencian di bawah ke KUHP kan gitu. Itu tidak bisa sederhana, gimana de­radikalisasinya itu tiga cara itu tadi,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.

Tinggalkan Balasan