Perubahan Panwaslu Daerah Menjadi Bawaslu Sudah Tepat

JAKARTA – Dua lembaga pengawas pemilu dibuat ambigu pada penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 mendatang. Keduanya adalah Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Lembaga ini sejak awal sudah agak ragu. Sebab, kewenangannya dalam Undang-undang (UU) berbeda.

Di Undang-undang Pilkada, pengawas pesta demokrasi disebut Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Sedangkan di Undang-undang Pemilu disebut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, politik hukum Pemilu yang mengubah Pantia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) tingkat kabupaten/kota menjadi Bawaslu yang telah permanen sudah tepat.

”Dengan bangga mengatakan keputusan politik hukum pemilu telah tepat dalam mempermanenkan bawaslu kabupaten/kota,” ujar Dewi di Jakarta, belum lama ini.

Dia menuturkan, banyak pihak yang tidak berkenan dengan keberadaan Bawaslu tingkat kabupaten/kota yang permanen.

”Tetapi, Pemilu Serentak 2019 yang pertama kali serentak bisa berjalan sukses dan damai. Salah satunya karena permanennya Bawaslu Kabupaten/Kota,” sebutnya.

Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar menjelaskan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada sudah tidak relevan dengan keadaan Pilkada Serentak 2020. Dia mencontohkan, status seluruh panwaslu saat ini berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum sudah menjadi lembaga permanen dengan nomenklatur Bawaslu tingkat kabupaten dan kota. Namun di UU Pilkada, status panwaslu masih Ad hoc (sementara).

Ini jelas menjadi persoalan. Fritz menegaskan, masih banyak jajaran Bawaslu tingkat kabupaten/kota yang akan menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 tidak mau menerima NPHD (naskah perjanjian hibah daerah). Karena merasa statusnya dalam UU Pilkada hanya panwaslu.

”Persoalan NPHD ini awalnya saya harapkan sudah selesai. Tetapi nyatanya masih ada yang ragu menerima NPHD karena status Bawaslu kab/kota di UU Pilkada,” jelasnya.

Padahal, lanjut Fritz, dalam UU Pilkada dijelaskan, kewajiban penyediaan NPHD dalam pilkada adalah tugas Kemendagri melalui jajarannya termasuk kepala daerah. Hal itu diperkuat dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2019 Tentang Pendanaan Kegiatan Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang bersumber dari APBD.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan