Situng juga menjadi sorotan. Menurut anggota tim kuasa hukum capres 02 Teuku Nasrullah, Situng adalah cerminan hitung manual. “Seharusnya tidak boleh ada disclaimer yang justru dapat mendelegitimasi aturan yang mengatur keberadaan Situng,” terangnya.
Selain itu, Situng yang notabene menggunakan teknologi belum selesai kendati hitung manual telah tuntas. Menurut dia, Situng yang dibuat terbuka oleh KPU membuat pihak ketiga bisa masuk dan mengutak-atik data. “Sistem itu seharusnya bersifat tertutup guna menjamin keamanan data,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menyatakan bahwa dalil mengenai Situng yang curang tidak muncul di petitum. Pemohon malah meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi manual. Padahal, yang mendapat tudingan direkayasa adalah Situng. “Ini namanya nggak nyambung,” ucap dia kemarin.
Menurut Pramono, pemohon berupaya menyambungkan Situng dengan rekap manual lewat sebuah asumsi bahwa Situng direkayasa sedemikian rupa oleh KPU agar sesuai dengan hasil rekap manual. Asumsi itu, menurut Pramono, tidak tepat. Sebab, Situng dan penghitungan manual memiliki alur yang berbeda.
Selain itu, Situng ditampilkan apa adanya. Sedangkan rekap manual dilakukan secara berjenjang. Dimungkinkan adanya perbaikan saat rekap berjenjang jika ditemukan kesalahan hitung di C1. Karena itulah, di beberapa tempat muncul rekomendasi panwascam atau Bawaslu untuk penghitungan ulang, bahkan pemungutan suara ulang.