Perang Tomat Wujud Rasa Syukur Atas Limpahan bagi Petani

NGAMPRAH– Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna memenuhi undangan untuk hadir dalam acara Rempug Tarung Adu Tomat atau Perang Tomat di Kampung Cikareumbi, RW 03 Desa Cikidang Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Orang nomor satu di KBB ini hadir pada kesempatan tersebut sekaligus membuka acara hingga menyaksikan rangkaian acara yang sudah berjalan sejak 2012 lalu tersebut. Warga yang hadir menyambut antusias kehadiran bupati yang juga warga Lembang ini.

Penggagas Perang Tomat, Mas Nanu Muda,60, menuturkan, ketika panen tomat seharusnya para petani itu merasa bangga, gembira dan bersyukur bahwa hasil panen tomat yang melimpah ruah itu akan menghasilkan keuntungan materi.

“Namun ternyata hasil panen tersebut tidak dapat dinikmati hasilnya bahkan cenderung dibiarkan hingga membusuk dan berserakan jatuh begitu saja di hamparan tanah,” katanya, kemarin.

Menurutnya, para petani itu kecewa dengan harga tomat yang jatuh di bawah standar harga biasa, karena tidak menghasilkan keuntungan yang layak untuk dijadikan sumber penghasilan.

Terlebih, kata dia, ongkos angkut tomat dari kebun sampai ke agen penyalur atau bandar begitu mahal dan tidak sesuai dengan modal bibit yang ditanam, sehingga dengan adanya hasil panen yang berlimpah itu, jauh dari apa yang diharapkan.

Abah Nanu juga menegaskan, tomat yang digunakan sebagai peluru perang pada Rempug Tarung Adu Tomat, merupakan tomat yang sudah tidak layak jual. Tomat-tomat itu merupakan hasil pilihan, yang mana telah membusuk dan tak layak dijual.

Terlebih, sebagai bentuk rasa syukur akibat melimpahnya hasil panen tomat warga sekitar. “Tomat yang dipakai menjadi media pada saat perang bukanlah tomat yang layak di makan, akan tetapi tomat yang buruk atau busuk,” kata Abah Nanu sekaligus budayawan lokal tersebut.

Abah Nanu menambahkan, tomat busuk yang dipakai juga mengandung makna filosofis. Menurutnya, tomat busuk yang dilempar berarti membersihkan diri dari hal buruk. Sedangkan aksi saling melempar ke arah wajah yang bertopeng berarti membuang kepalsuan dan sifat tidak terpuji yang dimiliki pada diri manusia. “Hal ini berkaitan dengan makna ‘ngeruat’ atau menyucikan diri,” pungkasnya. (drx)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan