Penjaga Terakhir Drama Sunda

Peran Sastrawan dan Lembaga pemerintahan

Lantas, bagaimana peran sastrawan, komunitas sastra sunda, dan lembaga pemerintah? Terkait sastrawan Sunda, dalam tulisan ini kita dapat memperhatikan sepak terjang dua sastrawan Sunda yang selama ini menjadi rujukan, Ajip Rosidi dan Godi Suwarna. Dengan pendekatannya masing-masing, mereka memainkan peran yang cukup penting, setidaknya untuk tetap menggairahkan kehidupan sastra Sunda. Melalui konsistensinya dalam memberikan penghargaan Rancage kepada para penulis Sunda, Ajip telah tercatat dalam posisi tersendiri dalam kesusastraan Sunda. Akan tetapi, yang perlu dipertanyakan adalah ketika Rancage belum memberikan penghargaan kepada penulis drama Sunda. Mungkin ini berhubungan dengan langkanya naskah drama Sunda yang diterbitkan dalam bentuk buku atau ada persoalan lain?

Dalam pada itu, sebagai sastrawan Sunda yang multitalenta, Godi masih konsisten dalam jalur sastra Sunda, termasuk dalam penulisan drama. Kita dapat mencatat setidaknya saat Godi mengupayakan penulisan drama Sunda yang berasal dari novelnya, Sandekala (2007). Bahkan, Sandekala dibuatnya menjadi dua versi drama (berbahasa Sunda dan Indonesia) untuk kepentingan perluasan penonton karena pertunjukannya diselenggarakan bukan hanya di wilayah Jawa Barat melainkan di DKI Jakarta.

Pihak lain yang patut dipertanyakan kepeduliannya terhadap keberlangsungan sastra Sunda secara umum maupun drama Sunda secara khusus adalah lembaga pemerintahan. Di Jawa Barat, atau katakanlah di Bandung, kita dapat menyebutkan sejumlah lembaga yang bersentuhan dengan persoalan sastra Sunda. Sebut misalnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan tingkat provinsi atau kabupaten/kota, Dinas Pendidikan Jawa Barat, Balai Bahasa Jawa Barat, maupun perguruan-perguruan tinggi yang memiliki jurusan Sastra Sunda. Mengapa mereka seakan abai melihat kondisi yang memprihatinkan ini? Apa kendala yang menghalangi mereka untuk bergerak mendorong lokomotif sastra Sunda kembali berjalan dengan kecepatan yang stabil tanpa tersendat di tengah jalan? Sejumlah pertanyaan ini sepatutnya dijawab oleh mereka yang berada di lingkaran itu. Jawaban yang diharapkan bukanlah jawaban retoris semata tetapi jawablah dengan kontribusi yang nyata. Itu yang diharapkan oleh kita, bukan?

Sebagai bahan perbandingan, penulis yang selama ini ada di dalam lembaga kebahasaan dan kesastraan di tingkat provinsi, Balai Bahasa Jawa Barat dapat menuturkan situasi yang terjadi di dalam lembaga pemerintahan ini. Perlu diketahui bahwa keberadaan setiap balai/kantor bahasa di setiap provinsi adalah tupoksinya yang berorientasi kepada penempatan bahasa dan sastra daerah sebagai pendukung bahasa dan sastra nasional. Artinya, fokus utama atau katakanlah tupoksi lembaga yang sejatinya adalah unit pelaksana teknis Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan ini adalah bahasa dan sastra nasional.

Tinggalkan Balasan