BANDUNG – Agar tidak terjadi penyalagunaan kewenangan dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), seluruh tim menandatangani pakta integritas untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan PPDB 2019/2020 jujur dan bersih.
Ketua Pelaksana PPDB Jawa Barat Iwa Karniwa menegaskan, seluruh unsur yang terlibat dalam PPDB diwajibkan menandatangani pakta integritas ini yang mengikat secara hukum mulai dari petugas, operator, panitia, kepala sekolah, bahkan tidak terkecuali dirinya sendiri.
“Kami ingin ini berjalan dengan baik, makanya seluruh aparat terkait dengan PPDB itu dilakukan dengan menggunakan pakta integritas. Termasuk saya, kepala sekolah, bahkan operator. Jadi jangan coba-coba main-main!” tegasnya dalam forum Jabar Punya Informasi (Japri) di Aula Barat Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Rabu (8/5).
Iwa menilai, fakta integritas ini penting agar aparat PPDB menjauhi segala bentuk bentuk kecurangan demi kepentingan pribadi atau orang lain. Sehingga, jika ada petugas tim PPDB yang terbukti curang akan dijatuhi sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tentang Kepegawaian.
“Jika diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan dan yang lainnya, maka sanksinya adalah sanksi kepegawaian sesuai dengan bobot hasil pemeriksaan nanti dari Inspektorat. Jadi itu akan kita terapkan secara keras,” kata Iwa yang juga Sekretaris Daerah Jawa Barat.
Selain untuk menghindari kecurangan, lanjut Iwa, PPDB di Jabar diselenggarakan guna memenuhi hak-hak dasar warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berkeadilan.
“Untuk itu kami menerapkan azas objektif, akuntabel, transparan, dan tanpa diskriminasi sehingga mendorong peningkatan akses layanan pendidikan sesuai dengan kondisi Jawa Barat,” jelasnya.
PPDB SMA di Jabar mengikuti aturan pusat yakni menerapkan sistem zonasi. Zonasi ditentukan berdasar usulan kabupaten/kota melalui kesepakatan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) yang ditetapkan Pergub.
Calon peserta didik dapat memilih salah satu dari tiga jalur. Pertama Jalur Zonasi 90 persen, memprioritaskan jarak terdekat dari domisili ke sekolah dengan seleksi berbasis jarak (75 persen). Di dalamnya termasuk keluarga ekonomi tidak mampu (KETM) 20 persen dan kombinasi jarak dan prestasi akademik dengan kuota sebesar 15 persen.