Partai Politik Bukan Perusahaan

JAKARTA – Politisi Golkar Bambang Soesatyo menekankan partai politik bukan sebuah perusahaan dimana para kadernya digaji untuk bekerja, sehingga kepemimpinan partai tidak bisa dilakukan dengan pendekatan kekuasaan.

“Pendekatannya harus berbeda, tidak bisa pendekatan kekuasaan,” ujar Bamsoet di Jakarta, Senin (2/12).

Bamsoet mengatakan atas dasar itu maka dirinya bertekad maju sebagai bakal calon ketua umum Golkar dalam Munas yang akan diselenggarakan 3-6 Desember 2019.

Ketua MPR RI itu mengatakan telah menyerahkan seluruh berkas pendaftaran calon ketua umum, yang dipersyaratkan dalam munas.

Dia mengatakan dalam memutuskan tekadnya maju sebagai bakal caketum Golkar, banyak rintangan yang dihadapi, namun dirinya tetap memutuskan untuk maju bersaing demi membawa Golkar menjadi partai yang lebih baik ke depan.

Sejak pendaftaran bakal caketum Golkar dibuka Kamis 28 November 2019, sudah ada sembilan nama tokoh Golkar yang mengambil formulir pendaftaran, seperti yang dikutip  kantor berita Antara.

Sementara itu, sebelumnya kekhawatiran Golkar bakal pacah pascamunas banyak diungkapkan sejumlah kader senior kuning itu. Aturan mekanisme dukungan 30 persen bagi bakal Caketum Golkar di awal pendaftaran, menjadi salah satu penyebabnya.

Selain internal, kalangan pakar politik juga mulai mewant–wanti Golkar yang bisa sangat mungkin berada di ambang perpecahan lagi. Salahsatunya Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo yang mengkhawatirkan apabila mekanisme pemilihan seperti itu dipaksakan, maka Golkar rawan terpecah.

“Sikap otoriter inkumben sangat mungkin bisa menjerumuskan Partai Golkar pada perpecahan. Karena itu mekanisme demokrasi harus dilaksanakan,” kata Ari, Minggu (1/11).

Ari juga berharap, Airlangga sebagai ketum bisa melaksanakan Munas secara demokratis, terbuka dan menjauhkan intervensi eksekutif terlibat dalam pemilihan ketua umum Golkar.

“Sebenarnya cara-cara tidak demokratis itu mempertaruhkan masa depan Golkar. Partai yang paling siap melakukan modernisasi partai, tapi tidak siap dengan demokrasi. Itu kan ironis,” kata Ari.

Ari juga mengingatkan bahwa konsolidasi politik Presiden Jokowi yang susah payah dibangun selama ini pupus karena sikap otoriter. Sebab, apabila Golkar terpecah, maka eksodus dari partai tersebut menjadi oposisi Presiden Jokowi.

 

“Karena sulit orang-orang dari pecahan Golkar itu satu atap dengan Airlangga. Ini pasti merugikan Pak Jokowi. Pak Jokowi sendiri bilang kalau Golkar kenapa-kenapa, ya, pemerintah yang rugi, Konsolidasi politik yang dilakukan Pak Jokowi menjadi sia-sia,” tegas Ari.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan