Oktober You

Bulan bahasa kian dekat. Naskah sudah boleh dikirim ke email: [email protected]. Agar mulai bisa dimuat di DI’s Way edisi 1 Oktober.

Hari itu saya juga akan memulai yang baru. Saya akan membedakan dalam menulis “nya”.

Akan ada “nya” dan akan ada “nyi”.

Itu sebagai kelanjutan dari langkah saya tahun lalu. Yang – -alhamdulillah– bisa saya lakukan secara konsisten. Sampai hari ini.

Yakni soal pembedaan “dia” dan “ia”. Saya selalu menulis “dia” untuk perempuan dan “ia” untuk laki-laki.

Awalnya saya ingin sebaliknya –dia untuk laki-laki. Tapi seorang pembaca DI’s Way mengusulkan sebaliknya. Alasannya sangat logis. Saya pun mengikuti usul itu.

Saya ingin memberikan oleh-oleh syal Leicester kepadanya. Yang saya beli di toko resmi di stadion Leicester. Tapi saya kehilangan nama dan alamatnya. Juga khawatir ia tidak suka sepak bola.

Memang gema perubahan “dia” dan “ia” tidak ada. Tidak menjadi perhatian umum. Tidak jadi bahasan di fakultas bahasa.

Yang lebih dipersoalan adalah “hutang” atau “utang”. Atau soal “terlantar” dan “telantar”. Dan sebangsanya.

Juga soal penggunaan kata “sedang” yang tidak boleh diganti “lagi”.

Semua itu memang harus diluruskan. Saya juga –dengan tertatih-tatih harus memperhatikannya. Saya masih sering lupa –terutama kalau lagi konsentrasi di kualitas isi.

Tapi itu tidak menghalangi saya untuk memulai “nya” dan “nyi”. Mulai tanggal 1 Oktober nanti, kalau saya menulis “katanya”, berarti yang mengatakan adalah sosok laki-laki.

Kalau saya nanti menulis “katanyi” berarti yang mengatakan adalah sosok wanita. Demikian juga dengan “miliknya” (pemiliknya laki-laki) dan “miliknyi” (pemiliknya perempuan).

Tentu langkah itu saya lakukan untuk masa depan. Agar karya-karya tulis Indonesia bisa mendunia. Lewat Google Translate. Dengan terjemahan yang akurat.

Penerjemahan Google itu kian tahun kian baik. Tapi Google mengalami banyak masalah. Ketika harus menerjemahkan dari naskah berbahasa Indonesia.

Kalau saya menulis “katanya” sering diterjemahkan dengan “he said”. Padahal yang mengatakan itu wanita.

Saya juga terpikir untuk menggunakan “katanyo” (laki-laki), “katanya” (perempuan). Bisa lebih mengakomodasikan bahasa daerah Minang. Tapi terserah pembaca. Mana yang lebih baik. Toh 1 Oktober masih satu minggu lagi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan