Netralitas Mahfud

Ya sudah.

Pun seandainya Twitter itu masih ada saya tidak akan mengunggahnya di situ. Itu tidak baik. Di saat saya tidak netral seperti kemarin itu.

Karena itu saya juga tidak mengunggahnya di akun Fa­cebook. Atau akun Instagram saya.

Bahkan saya tidak marah akun Twitter itu diraibkan.

Saya juga bersyukur bisa menjaga DI’sWay ini. Untuk tetap independen. Untuk te­tap mengemukakan akal se­hat. Sejak sebelum Rocky Gerung menjadi orang top sekarang ini.

Saya pun biasa saja. Ketika beberapa jam setelah keda­tangan saya itu pak Mahfud menerima ustadz Yusuf Man­sur. Saya pun bisa membayang­kan apa yang diucapkan pak Mahfud kepada Ustadz YM.

Intinya saya bersyukur. Ma­sih ada orang yang memilih netral. Di tengah pergulatan terkeras seperti ini.

Saya juga bersyukur untuk yang lain: Pak Mahfud benar-benar mengunggah foto kami berdua.

Dengan demikian semoga tidak ada lagi yang salah: yang saya dikira Pak Mahfud dan Pak Mahfud dikira saya.

Kami berdua sering men­galami hal-hal itu.

Saya sering disapa sebagai Pak Mahfud. Di mana-mana. “Ternyata Pak Mahfud lebih populer dari saya,” kata saya dalam hati. Saya tidak pernah meluruskan kesalahan me­reka. Biarlah saya dikira Pak Mahfud. Biar saja.

Pak Mahfud, seperti yang bisa kita ikuti di akun Twit­ter beliau, juga begitu. Saat masuk restoran beliau dis­apa sebagai Dahlan Iskan. Beliau juga tidak melurus­kannya.

Padahal kan jelas berbeda. Lihatlah fotonya. Umur kami selisih 10 tahun. Saya yang lebih tua.

Hari ini pemilu lewat. Saya pun kembali netral. Bagi saya tidak sulit. Ketidaknetralan saya kan baru seminggu.

Pun semua orang. Sebaiknya kembali netral. Termasuk yang sudah berbulan-bulan tidak netral. (Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan