Minta Raperda Perlindungan Disabilitas Segera Disahkan

BANDUNG – Sedikitnya 14 Organisasi Penyandang Disabilitas Kota Bandung mengelar deklarasi Di Sekretariat Bandung Independent Living Center (BILiC) Jalan Kuningan XIV No.11 Kel, Antapani Tengah, Kec. Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat. Jumat (4/10).

Deklarasi dilakukan dalam rangka meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bandung untuk segera menindaklanjuti Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Pemenuhan dan Perlidungan Hak Kaum Disabilitas.

Ketua Pelaksana sekaligus Direktur BILiC, Yuyun Yuningsih mengungkapkan aspirasi ini pernah disampaikan kepada DPRD Kota Bandung Priode 2014-2019, namun aspirasi tersebut diusulkan pada masa transisi. Bahkan pihaknya mengawal Raperda tersebut sejak 2017 dengan harapan 2019 dapat disetujui.

”Tapi dari 2017 juga kami kesulitan karena DPRD selalu beralasan ada revisi ulang dan pengundurkan waktu, selain itu ada pergantian priode anggota dewan,” ungkap Yuyun.

Dia mengatakan, dengan adanya anggota dewan yang saat ini menjabat baru menjabat, maka pihaknya akan mulai kembali mengawal usulan yang pernah dilakukan dari awal.

”Jadi kick off nya sekarang melalui deklarasi ini, selain itu juga ada advokasi, satu tim membahas dan mengkaji Perwal adanya komite penyandang disabilitas dan tim kampanye menjaring media dan sosialisasi,” terangnya.

Yuyun mengaku, sejauh ini pihaknya telah bertemu dengan pemerintah baik eksekutif maupun legislatif sebanyak 18 kali.

”Kita bertemu 18 kali selama hampir tiga tahun. Bahkan kita diberikan ruang untuk bertemu dan berdiskusi membahas Raperda ini,” ucapnya.

Dia menjelaskan, pentingnya Raperda ini disahkan karena berdasarkan data yang ada pada pihaknya, dari 200 orang kaum disabilitas hanya empat persen saja atau delapan orang yang bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan berpendidikan Strata Satu (S1).

”Selebihnya mereka tidak berpendidikan. Ini kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Sekarang Perda sudah masuk biro hukum dan satu kali uji publik,” jelasnya.

Dia melanjutkan, diskriminasi juga terjadi di tingkat SD dan SMP di Kota Bandung. Apalagi sekolah berstatus negeriia mengatakan, pernah anak penyandang di disabilitas ditolak oleh kepala sekolah.

”Untung waktu itu orangtuanya posting ke sosmed dan langsung ditanggapi oleh Ridwan Kamil sebagai walikota saat itu,” bebernya.

Tinggalkan Balasan