Mie Boraks Kembali Beredar Luas

JAKARTA – Peredaran mie dengan kandungan zat kimia berbahaya jenis formalin dan boraks kembali jadi sorotan. Keberadaannya pun kembali diungkap aparat kepolisian.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyampaikan, pihaknya meringkus tiga tersangka di tiga lokasi berbeda. Pabrik pembuatan mie dengan bahan berbahaya ini nyatanya telah beroperasi selama dua tahun.

“Pabriknya ini per hari menghasilkan sekitar 5 ton mie,” tutur Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/9/2019).

Dedi menyebut, lokasi pemasaran mie dengan bahan formalin ini mencakup DKI Jakarta dan sejumlah kawasan di Jawa Barat, meliputi Bandung, Cianjur, Bogor, Bekasi, dan Sukabumi.

“Ini digunakan biasanya mie bogor, mie di bakso, kemudian bahan makanan dengan mie lainnya,” jelas Dedi.

Wadirtipidter Bareskrim Polri Kombes Agung Budijono menambahkan, pihaknya melakukan pengintaian terhadap tiga pelaku selama dua minggu. Hasilnya, penangkapan dilakukan di Citamiang, Sukabumi, Jawa Barat, pada Kamis 5 September 2019 dengan tersangka berinisial M (57).

Kemudian tersangka AS (53) dibekuk di Karang Tengah, Cianjur, Jawa Barat. Selanjutnya RH (39) ditangkap di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.

“Di salah satu TKP menggunakan boraks, dicampur dalam mesin pengaduk adonan, kemudian adonan tersebut dicetak dalam mesin pencetak mie,” kata Agung.

Masyarakat pun diminta waspada dengan peredaran mie berbahan formalin dan borak ini. Terlebih dalam kasus ini, sulit membedakan antara mie berbahan baku aman konsumsi dengan yang mengandung zat kimia berbahaya.

“Secara kasat mata nggak keliatan. Tapi bisa dicek lewat tekstur kekenyalannya,” Agung menandaskan.

Para tersangka dikenakan Pasal 136 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar dan Pasal 8 ayat (1) huruf 3 Jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar. (bbs/yan).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan