Metode Peuyeumisasi Siap Diujicoba

BANDUNG-Menjelang ber­akhirnya masa kontrak kerja sama dengan Tempat Pem­buangan Akhir (TPA) Sari­mukti, Pemerintah Kota (Pem­kot) Bandung terus berino­vasi dalam mengolah sampah. Pemkot Bandung tak henti menjajaki beragam metode pengolahan sampah.

Selain gerakan Kurangi Pi­sahkan dan Manfaatkan (Kang Pisman), Pemkot Bandung terus mencari cara agar sam­pah bisa diolah menjadi barang bernilai ekonomi ataupun kebermanfaatan bagi masy­arakat.

Salah satunya yaitu, Pemkot Bandung intensif mencoba metode peuyeumisasi. Yakni pengolahan sampah yang diberi cairan khusus semacam bio activator dan diproses mirip pembuatan makanan khas sunda ‘peuyeum’.

Kepala Bidang Kebersihan Dinas Lingungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Sopyan Hernadi menuturkan, proses peuy­eumisasi dengan cairan bio activator membuat volume sampah menjadi menyusut dan semakin padat. Setelah menyusut, sampah lalu diolah kembali menggunakan mesin hingga berubah jadi bahan bakar padat.

“Sampah dikasih semacam bio activator untuk memper­lunak fisik sampah ibarat seperti peuyeum. Setelah agak lembut dicampurkan semacam perekat atau agregat, masuk ke mesin bisa menjadi sema­cam pelet atau briket,” kata Sopyan di Tempat Pembu­angan Sementara (TPS) Jalan Indramayu, Selasa (5/3).

Sopyan menambahkan, proses peuyeumisasi men­ghasilkan bahan bakar padat berkualitas cukup baik. Bah­kan cukup mumpuni untuk penggunaan skala industri.

“Kalau briket bisa dijadikan bahan bakar seperti kompor. Sedangkan pelet bisa untuk bahan bakar pabrik atau pembangkit listrik tenaga uap. Tapi memang lebih dianjurkan agar digunakan untuk mesin besar karena sudah ada tek­nologi penyaringan uap hasil pembakarannya nanti,” tam­bahnya.

Sopyan menjelaskan, untuk proses peuyeumisasi me­merlukan waktu sekitar lima hari sebelum diproses men­jadi bahan bakar. Selama proses itulah sampah beru­bah semakin lunak secara perlahan.

Metode peuyeumisasi mer­upakan metode paling efektif diterapkan di Kota Bandung. Sebab proses pengolahan tanpa harus memilah terlebih dahulu antara sampah orga­nik dengan non organik.

“Peyeumisasi lebih ke mem­percepat proses karena sam­pah tidak hanya organik tapi bisa mix, tercampur tapi tanpa melalui proses pemba­karan. Kalau kaya kompos dan biodigester itu khusus organik, jadi harus ada pemilahan,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan