Menkominfo Rudiantara Dilaporkan ke Bawaslu

JAKARTA Tensi politik Indonesia semakin memanas. Salah ucap, bisa berakibat fatal. Bahkan berujung pada pelaporan. Hampir segalanya dikaitkan dengan pemilihan presiden (Pilpres) pada April 2019 mendatang. Seperti yang dialami Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Pengamat Politik, Emrus Sihombing mengatakan, proses komunikasi tersebut ada kesalahpahaman. Rudiantara hanya spontanitas ketika mengatakan siapa yang menggaji Anda. Sehingga menimbulkan multiplyer effect dengan kondisi seperti sekarang ini.

”Saya kira itu bukan menggiring. Tetapi ada faktor ketidaksengajaan. Memang yang menggaji adalah negara. Tetapi kalau dilihat lebih luas, unsur negara ada beberapa, seperti rakyat, wilayah, pemerintah dan kedaulatan,” kata Emrus kepada Fajar Indonesia Network, di Jakarta, Jumat (1/2).

Lebih lanjut Emrus mengatakan, jika saat seperti sekarang ini, tensi politik sangat wajar menjadi naik. Seharusnya, saat ini, untuk hal umum tetapi rawan dengan konflik pemilu, menggunakan kode A, B atau C. Bisa juga X, Y, atau Z.

Menurut Emrus, banyak juga saat ini masyarakat yang berfoto menghindari simbol jari. Hal tersebut takut dikaitkan dengan nomor paslon capres dan cawapres. Emrus juga menyarankan keduanya harus meminta maaf dan memberikan klarifikasi secara gamblang. Agar persepsi masyarakat terhadap kejadian tersebut bisa lebih jelas.

Di tempat terpisah, Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melaporkan Rudiantara ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jumat (1/2). Pihaknya menilai ada penggiringan untuk mencoblos paslon nomor urut satu.

Anggota ACTA Nurhayati di Kantor Bawaslu mengatakan, pernyataan Rudiantara sudah masuk ke dalam ranah penggiringan opini. ”Iya dan selalu dikatakan mana yang nyoblos nomor satu? Mana yang nomor dua? Seolah-olah audiens harus semua nyoblos nomot satu. Seakan-akan ya, walaupun tidak ada kalimat seperti itu, tapi penggiringan sudah ada,” bebernya.

ACTA melaporkan Rudiantara dengan Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam laporannya, ACTA juga menyertakan sejumlah bukti, berupa rekaman video dan pemberitaan di media masa.

”Kami harap, agar laporan ini bisa ditindaklanjuti karena sangat tidak fair sekali. Di sini, alat yang dipakai adalah alat pemerintah, biaya negara negara dan beliau pun pegawai pemerintah. Sebagai menteri, seharusnya tidak berpihak kepada salah satu paslon,” tambahnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan