Mendagri: Ormas Harus Jadi Penyeimbang Negara Demokrasi

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, mengatakan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) harus hadir sebagai penyeimbang negara demokrasi.

“Ormas peran penting selain sebagai penyeimbang juga untuk mendorong sistem check and balance percepatan untuk lahirnya negara dan bangsa itu,” ujar Tito Karnavian dalam acara Penganugerahan Ormas Award Tahun 2019, di Hotel Kartika Chandra, Jl. Jenderal Gatot Subroto Kav. 18-20, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).

Tito mengatakan, dengan hadirnya ormas sebagai penyeimbang, maka otomatis akan menghindar dari sistem otoriter dan mengarah ke sistem demokrasi.

Dia mengatakan, munculnya istilah negara bangsa atau nation-state, sebagai pengganti kerajaan-kerajaan dulu terutama ketika ditrigger oleh terjadinya perubahan di Prancis adanya Revolusi Prancis yang mulai menimbulkan bentuk negara bangsa.

“Salah satu munculnya civil society yang diharapkan menjadi sistem seimbang, check and balance nation state. Civil society ini berkembang dan kita tau diakomodir dalam norma-norma internasional, adanya freedom, bukan hanya freedom untuk berekspresi, menyampaikan pendapat, tetapi juga freedom untuk berserikat dan berkumpul,” papar Tito Karnavian

Mantan Kapolri ini melanjutkan, kebebasan atau freedom dalam konteks tersebut dimaknai sebagai penyeimbang agar negara tidak mengarah pada sistem otoriter. Lebih dari itu, lanjut Tito, ormas juga mendapat posisi strategis untuk mendorong sistem check and balance dalam negara demokrasi.

“Freedom dalam konteks ini satu peran penting daripada civil society di mana ormas adalah salah satu wujudnya sebagai penyeimbang, agar negara tidak semau-maunya, mulai dari planning, eksekusi sampai dengan evaluasi,” ujarnya.

Sentralnya peranan ormas, lanjut Mendagri Tito, termasuk kedudukanya dalam berserikat dan berkumpul, perlu dijamin dan dilindungi haknya dengan sejumlah batasan. Mendagri menjabarkan terdapat empat batasan yang penting dalam menjalankan peran tersebut.

“Tapi dalam perjalanannya, kita tentu tahu bahwa kebebasan untuk menyampaikan pendapat di muka umum atau kebebasan untuk berserikat dan berkumpul itu tidak bersifat absolute atau mutlak. Paling tidak ada empat batasan penting: yang pertama adalah harus hargai hak-hak asasi orang lain; yang kedua harus menjaga ketertiban umum atau ketertiban publik; yang ketiga harus mengindahkan etika dan moral; yang keempat harus menjaga dalam Bahasa ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) yaitu menjaga “national security” keamanan nasional, tapi dalam UU Nomor 9 Tahun 98 dari menjaga kesatuan dan persatuan bangsa,” terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan