Masyarakat Sudah Sadar Hukum

SOREANG – Sejak ditetapkan terpisah dari Cimahi Januari 2019 lalu, Pengadilan Agama (PA) Soreang, Kabupaten Bandung mencatat 6.300 Perkara penceraian.

Panitera PA Soreang Adam Iskandar mengatakan, sepanjang 2019, kasus perceraian yang ditangani oleh PA Soreang setiap bulannya sekitar 700- 800 perkara. Bahkan pada Juli 2019 lalu, mencapai 1.011 perkara sekaligus.

”Tercatat rekor karena selama satu bulan mencapai 1.011 perkara, sempat kaget dengan kondisi tersebut, karena saat ini pengadilan tersebut hanya menangani kasus perceraian di wilayah Kabupaten Bandung. Dulu waktu masih membawahi Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat  jumlah paling tinggi sekitar  900 perkara,” kata Adam saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (19/9).

Menurutnya, sesuai dengan keputusan presiden (Kepres) nomor 15 tahun 2016, bahwa telah dibentuk PA dan Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia termasuk PA Soreang. Sejak resmi berdiri terpisah untuk wilayah Kabupaten Bandung sejak November 2018, jumlah kasus perceraian yang diterima justru melonjak tajam.

”Dua bulan pertama sejak terpisah, kasus penceraian yang kami tangani mencapai 1.600 perkara. Hampir sekitar 800 perkara, pada bulan November-Desember 2018 lalu. Setelah itu, trennya pencari keadilan di PA Soreang, terus meningkat. Dalam kondisi seperti itu, sedikitnya 500 perkara diputus oleh sekitar 14 hakim yang ada, itu sudah sangat melebihi kapasitas, karena seharusya jumlah itu ditangani oleh 18-20 hakim,” tuturnya.

Adam menjelaskan, tak heran jika saat ini selalu ada akta perceraian yang terlambat diterima oleh para pencari keadilan karena panitera kewalahan mendatanganinya. ”Saya sendiri setiap hari harus menandatangani sedikitnya 50 akta cerai setiap hari. Kalau tidak selesai langsung, besoknya pasti bertambah,” akunya.

Lebih lanjut Adam menjelaskan, meski masih kekurangan hakim, PA Soreang terus berupaya meningkatkan pelayanan dengan penerapan persidangan elektronik (e-court). Sejauh ini, sudah ada 27 perkara yang menerapkan sistem tersebut dan 10 diantaranya sudah diputus oleh hakim.

”Selain itu kami juga menjadi proyek percontohan untuk menerapkan sembilan aplikasi layanan mulai dari layanan pendaftaran. Selain meningkatkan kualitas pelayanan, hal ini juga bisa terus mengikis praktik percaloan yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat,” ujarnya.

Adam menambahkan, untuk mempercepat proses pendaftaran, pihaknya menerapkan sistem antrean elektronik berbasis pengenalan wajah (face detection). Dengan begitu, pencari keadilan tidak bisa mewakilkan pendaftaran gugatan kepada siapapun kecuali jika menggunakan kuasa hukum.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan