Koalisi Gemuk Tumbuhkan Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

JAKARTA – Sejumlah partai oposisi diprediksi merapat ke pemerintah. Sampai saat ini, hanya PKS yang sudah menegaskan tetap menjadi oposisi. Jika banyak parpol bergabung, koalisi dipastikan gemuk. Di satu sisi, harapannya adalah mempercepat pembangunan di segala bidang. Namun di sisi lain kurangnya kontrol terhadap pemerintah. Hal ini dinilai berbahaya. Karena bisa menumbuhkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pakar Komunikasi politik, Emrus Sihombing mengatakan, Presiden Joko Widodo terbuka kepada semua partai. Bahkan termasuk PKS yang sampai saat ini belum juga berkomunikasi dengan presiden. Ia menduga, akan ada komunikasi yang dilakukan setelah pelantikan pada 20 Oktober 2019 mendatang.

Menurut Emrus, jika seluruh partai bergabung dengan pemerintahan, tidak akan mengurangi cek and balances. Masyarakat saat ini sudah sangat kritis. Sehingga setiap kebijakan yang memang dirasa merugikan, akan ada penolakan dari masyarakat.

”Sekarang ini media sosial sudah sangat maju. Pemerintah lebih cepat tahu jika ada kebijakan yang tidak sesuai. Bisa ditrack lewat kedia sosial,” kata Akademisi Universitas Pelita Harapan itu di Jakarta, baru-baru ini.

Dia menganalogikan, jika seluruh partai bergabung, sama seperti orkestra yang memadupadankan seluruh alat musik. Sehingga timbul suara yang harmonis. Diharapkan, akan ada kesinambungan pembangunan jika seluruh partai politik bersatu dalam pemerintahan.

Hal berbeda disampaikan pengamat Politik Ujang Komarudin. Menurutnya, oposisi hanya akan menjadi macan ompong. Tak akan punya gigi dan nyali mengkritik pemerintah. Banyaknya parpol oposisi yang merapat ke pemerintahan akan menyebabkan kekuasan tanpa kontrol. Kekuasaan cenderung korup dan kekuasaan yang absolut bisa dipastikan korup.

”Jadi, sebaiknya PAN, Demokrat dan Gerindra bersama-sama di luar pemerintah. Agar fungsi checks and balance berjalan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini.

Jika mayoritas parpol sudah menjadi koalisi pemerintah, maka selanjutnya DPR hanya akan menjadi ruang jual beli kepentingan politis saja. Tidak akan ada dinamika pengawasan kinerja kementerian dan lembaga negara yang independen.

”Yang akan terjadi kongkalingkong, saling mengamankan dan jual beli kepentingan. Juga akan semakin menguatkan oligarki dan dinasti politik,” bebernya.

Tinggalkan Balasan