Kenaikan Iuran BPJS Harus Dikaji

BANDUNG – Menanggapi kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan, Kepala Dinas Kesahatan (Kadinkes) Provinsi Jawa Barat Berli Hamdani mengungkapkan, kenaikan tersebut merupakan kewenangan dari pusat. Terlebih, selain masih rencana, kebijakan itu sudah dilakukan berbagai pertimbangan dan kajian.

Kendati begitu, dia mengaku, enggan memberikan komentar lebih lanjut dengan kenaikan tersebut. Sebab, secara umum keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan diberlakukan agar pelayanan kesehatan untuk masyarakat dapat terpenuhi.

’’Ini menyangkut masyarakat banyak, tapi ini merupakan kebijakan pusat, saya kira tidak ada yang bisa dilakukan,’’kata Berli ketika di hubungi Jabar Ekspres belum lama ini.

Berli berpendapat, seharusnya sebelum direncanakan kenaikan harus ada uji publik terlebih dahulu. Kalau perlu dengan perwakilan masyarakat. Hal ini dilakukan karena pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Selain itu, kenaikan iuran BPJS dikhawatirkan akan menambah menambah beban Rakyat. Terlebih kenaikan tersebut banyak dikeluhkan oleh masyarakat luas.

“Pasti akan menambah beban Rakyat,” cetus Berli.

Akan tetapi, jika kenaikan tersebut merupakan jalan keluar untuk mengatasi masalah keuangan yang dialami BPJS Kesehatan konskwensinya harus ada peningkatan pelayanan. Khususnya dalam penanganan medis dan administrasi.

“Jadi harapan saya sama dg masyarakat kebanyakan kayaknya. Kalau iuran naik, layanan yg diterima oleh masyarakat peserta BPJS juga meningkat baik mutu maupun keterjangkauan,’’ ujar dia.

Sebelumnnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengusulkan kenaikan BPJS Kesehatan dan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani mengusulkan kenaikan premi BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat mulai 1 Januari 2020.

Untuk iuran kelas I yang tadinya membayar Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu per bulan. Peserta kelas II dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu. Sementara kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan.

Dengan kenaikan iuran hingga 100 persen itu diharapkan keuangan BPJS Kesehatan tidak terus mengalami tekor alias defisit. Kemenkeu meyakini, kenaikan tersebut neraca keuangan BPJS Kesehatan dari menjadi surplus Rp17,2 triliun.

“Iya bisa surplus, nantinya bisa menutup defisit di tahun 2019. Tahun ini prediksi defisitnya Rp14 triliun,” ujar Sri di Jakarta, Selasa (27/8).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan