Kebijakan Impor Gula Dianggap Brutal

Jika tetap impor dilakukan pada tahun ini, dia khawatir gula yang ada saat ini tidak terkontrol dengan baik. Menurutnya, hal itu akan berdampak pada hasil panen bulan mei 2019 ini.

”Empat bulan lagi kita ini kan mau panen dari sekarang. Sementara untuk stok gula menurut saya untuk bulan Agustus-September itu masih cukup dari stok gula yang ada,” ujarnya.

Dampak dari kebijakan tersebut, lanjut Arum, bisa mengakibatkan banjirnya stok gula impor di dalam negeri. Maka tidak menutup kemungkinan, bisa berimbas kepada penyerapan Bulog dalam membeli hasil panen gula milik petani. Terlebih, harga gula dalam negeri lebih tinggi dibandingkan gula impor.

”Ya, kalau untuk sekarang kan stok gula petani sudah habis, karena kan sudah dibeli bulog, bagaimana dampak dari impor gula itu?. Nah kan pada akhirnya bulog tidak bisa maksimal untuk membeli gula para petani. Ya, karena ada sebagian gula petani yang tidak terserap sebanyak 40 persen. Sehingga dijual ke pedagang, Karena penyerapan dari bulog itu kan telat keputusannya,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan mengatakan, beberapa industri memang membutuhkan impor gula sebagai bahan baku untuk produksinya. Contohnya industri makanan dan minuman yang memerlukan gula dengan ICUMSA rendah serta industri kesehatan yang membutuhkan gula khusus.

Khusus untuk industri tersebut, keperluan memakai gula impor lebih dikarenakan harganya yang lebih terjangkau. Di samping itu, gula impor yang memiliki tingkat ICUMSA di kisaran 45 membuat tampilan makanan dan minuman jauh lebih baik. Kalau ICUMSA gula rafinasi impor itu sekitar 45.

Kalau gula lokal setelah diolah itu masih sekitar 300 ICUMSA. Raw sugar malah ICUMSA-nya bisa sampai 1.200, jelasnya. Hanya saja bukan berarti gula lokal tidak mampu menghasilkan makanan maupun minuman yang kualitasnya setara dengan produk yang memakai gula impor.

”Karena pernah dulu waktu tahun 2009, ketika harga gula dunia sedang naik, industri makanan dan minuman akhirnya memakai gula lokal. Bisa itu,” kata Agus.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menganggap, impor gula yang dilakukan pemerintah cenderung hanya menguntungkan pengusaha. Mereka memanfaatkan perbedaan harga jual gula dalam negeri yang lebih mahal 3 kali lipat dibanding harga internasional untuk mendorong pemerintah membuka keran impor. (der/fin)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan